Rabu, 28 Januari 2015

Membuat Nasi Tutug Oncom Khas Tasikmalaya


Cara membuat Nasi Tutug Oncom Khas Tasikmalaya, Jawa Barat
Bahan:
  • 250 gram oncom, bakar
  • 750 gram nasi putih panas
  • 1 1/2 sendok teh garam
Bahan Bumbu:
  • 10 cm (35 gram) kencur
  • 7 butir bawang merah
  • 4 siung bawang putih
  • 3 buah cabai merah keriting
  • 5 buah cabai rawit merah
Pelengkap:
  • 3 tangkai daun kemangi
  • 1 buah timun, potong-potong
  • 300 gram ikan asin jambal, potong, dan goreng
  • 5 buah tahu goreng
  • 5 buah tempe goreng
Cara membuat:
  • Bungkus bumbu dalam aluminium foil. Bakar sampai harum dan matang.
  • Haluskan kencur, bawang merah, bawang putih, cabai merah keriting, cabai rawit merah, dan garam dengan ulekan.
  • Tambahkan oncom. Ulek kasar. Masukkan nasi panas. Aduk rata.
  • Sajikan bersama pelengkap.
  • Untuk 5 porsi
sumber : reseponline.info

Wisata Sukabumi : Merasakan Sensasi Kemping Bintang 5 di Tanakita


Jika ingin kemping tanpa repot, cobalah untuk berkemah di Tanakita 5 Stars Camp di Situ Gunung, Sukabumi. Kita tidak perlu membawa tenda dengan segala kerepotannya, cukup membawa diri saja karena semua fasilitas sudah disediakan ditempat ini, mulai dari tenda, makanan dan toilet. Termasuk atraksi wisata seperti outbound, tubing, mengunjungi danau dan air terjun Curug Sawer.
Tanakita 5 Stars Camp
Tanakita 5 Stars Camp yang dikelola oleh Rakata Adeventure ini dapat ditempuh dari Jakarta kurang lebih 3 jam. Patokannya dari Polres Cisaat belok kiri kurang lebih 1/2 jam kita sudah sampai di lokasi. Dapat juga menggunakan kereta api dari Stasiun Bogor setiap hari jam 17.00 dengan tarif Rp 8.000,- turun di Stasiun Cisaat lalu dilanjut dengan menggunakan ojeg dengan tarif Rp 15.000,-
Camping Ground
Suasana pegunungan sudah terasa saat memasuki kawasan ini yang lokasi bersebalahan dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Kabut dan dingin sudah menjadi khas suasana alam disini. Namun jangan khawatir didalam tenda sudah disediakan spring bed yang nyaman lengkap dengan sleeping bag untuk mengusir dingin.
Segelas teh hangat sudah tersaji saat kita datang ke tempat ini, ada juga kopi, bajigur dan makanan ringan khas seperti combro dan pisang goreng yang masih panas. Fresh from the oven. Untuk makanan berat disajikan juga makanan khas sunda seperti sayur asem, teri kacang, ikan bakar dan menu special nasi bancakan berupa makan bersama yang disajikan dengan daun pisang dengan menu nasi liwet, ikan asin, empal, sambel dan aneka makanan khas sunda lainnya.
Pagi hari kita bisa berwisata ke danau Situ Gunung yang dapat ditempuh dalam waktu 15 menit berjalan kaki, atau bisa juga mengunjungi air terjun Curug Sawer yang ditempuh selama 40 menit. Ada juga berbagai atraksi outbound dari meniti tali sampai flying fox. Dan yang paling seru adalah Tubing di Sungai Cigunung.
Curug Sawer di Situ Gunung
Tubing adalah atraksi menggunakan ban dalam, seperti arung jeram namun sendirian. Kita dilepas menyusuri sungai kecil Cigunung yang berdiameter berkisar antara 5-7 meter.  Atraksi berlangsung selama satu jam dengan jeram mulai dari yang mudah hingga membuat ban terbalik. Namun aman karena kita menggunakan helm dan foot protector.
Tubing di Sungai Cigunung
Rasanya badan dan fikiran terasa fresh setelah kemping selama 2 hari 2 malam di Tanakita, rasa penat langsung hilang. Silahkan coba!
Sumber : Kompasiana , Penulis : Harris Maulana Foto : Website TanaKita dan 1 Koleksi Pribadi
sumber : sukabumitoday

Burn the board get uniqueness (Lukisan media kayu dengan teknik bakar)

Bandung- Nuansa Jabar
Seni Rupa atau Seni Lukis makin hari makin berkembang, baik yang menggunakan media kanvas dan kertas maupun menggunakan media kayu dengan tekhnik bakar. Seperti Bambang Kus, pelukis yang awalnya menggunakan media kanvas sebagai dasar lukisannya kini beliau beralih menggunakan media kayu dengan tekhnik bakar.
Kayu yang di gunakan adalah kayu mahoni dan teablock. Bambang Kus memulai melukis dengan media kayu karena terinsfirasi dari sekelompok anak muda di  Cikole Lembang yang membuat patung-patung dari kayu dengan menggunakan Laser (semacam solder yang digunakan untuk khitanan anak).
 Hasil karya Bambang Kus diantaranya untuk lukisan wajah adalah :
- Wajah Kajari - Basril Syarif
-Wajah Komandan Korps Marini - Mayjend TNI (Mar) Alfan Baharudin
- Kasal - Laksamana TNI Suparno
- Pengusaha-pengusaha di Jakarta, Surabaya dan Cirebon

Apabila Pembaca berminat untuk memesan lukisan dengan tekhnik tersebut dapat menghubungi kami.

Contoh lukisan-lukisan Bambang Kus











Galendo, Oleh-oleh Khas Ciamis

 
Galendo merupakan produk sampingan dari pembuatan minyak kelapa yang biasanya justru tidak dimanfaatkan lagi alias dibuang. Apalagi kandungan minyak galendo masih cukup tinggi sehingga kurang bisa tahan lama jika dibuat sebagai bahan makanan.
Namun di Ciamis, galendo telah berhasil disulap menjadi makanan oleh-oleh khas daerah itu yang diminati masyarakat. Apalagi dengan kepadaian dalam mengolahnya, seperti dengan membeikan campuran rasa coklat, srawberi, dan lainnya, dapat menjadikannya sebagai produk makanan yang disukai para wisatawan. Apalagi bahan galendo untuk pembuatan kue ini cukup berlimpah dan harganya sangat murah, sehingga cukup prospektif pula untuk dijadikan sebagai produk bisnis.
Cara Membuat Galendo

Bagaimana Cara Pembuatan Galendo:
  1. kelapa di kupas dan di cungkil dagingnya lalu d bersihkan
  2. Setelah daging kelapa bersih,kelapa lalu diparut dengan mesin.
  3. Kelapa yang sudah diparut di ambil airnya (santan).
  4. Air santan di masak mendidih sampai nantinya ada proses pemisahan air sehingga air sudah keluar habis,dan residu menggumpal dan jadilah galendo yang berbaur dengan minyak.
  5. Serbuk galendo di angkat dan di simpan pada cetakan lalu di bungkus dengan anyaman bamboo.
  6. Serbuk galendo dipadatkan dengan cara di press, selain untuk di padatkan juga untuk memisahkan galendo dengan minyak nya.
  7. Setelah itu galendo yang sudah padat di potong-potong, dan di kemas.Begitu juga dengan minyak dari galendo tersebut di kemas pula.
Cara Membuat Kue Galendo
Bahan yang dibutuhkan adalah :
  • Tepung terigu
  • Galendo
  • Skim
  • Putih telur
  • Air
  • Garam
Bahan pelembut tekstur yang dibutuhkan terdiri dari
  • Shortening
  • Gula
  • Kuning telur
  • Bahan pengembang
Sedangkan menyangkut cara pembuatannya cukup mudah seperti halnya dalam pembuatan kue kering lainnya. Namun yang perlu lebih diperhatikan adalah perbandingan dari bahan yang digunakan. Di sini tidak dibuat secara terperinci karena masing-masing tentunya memiliki selera atau rasa yang berbeda. Termasuk dengan menambahkan bahan campuran lain, seperti coklat, strawberi, dan sebagainya.
Sedangkan untuk tahapan dalam pembuatan resep kue galendo adalah sebagai berikut:
  1. Campur bahan telur, gula, tepung, dan margarine lalu blender hingga rata.
  2. Setelah itu tambahkan tepung terigu dan galendo ke dalam campuran yang pertama dengan perbandingan 60 dan 40. Kemudian campur dan aduk hingga diperoleh adonan kue yang tepat
  3. Setelah itu adonan kue bisa langsung dicetak dengan alat cetak untuk membentuk ukuran seperti yang diinginkan.
  4. Setelah siap, adonan dipanggang dengan suhu sekitar 180 derajat celcius selama sekitar 15 menit hingga masak. Dan cemilan dengan resep kue galendo pun siap disajikan untuk konsumsi keluarga ataupun untuk dijual.

Sabtu, 24 Januari 2015

Belanja di Gedebage Bandung – Barang Bekas Berkualitas


Belanja di Gedebage Bandung

Belanja di Gedebage Bandung yang merupakan pusat penjualan barang second sering menjadi tujuan wisatawan di dalam kota maupun luar kota Bandung. Pasar Gedebage Bandung merupakan pusat penjualan baju bekas yang terbesar di kota Bandung. Harga yang ditawarkan juga sangat murah. Hanya dengan membawa uang 5000 rupiah saja sudah dapat memperoleh baju bekas yang bagus. Meskipun bekas namun kualitas bagus dapat diperoleh apabila pembeli jeli.
Pasar Gedebage yang berlokasi di Jl. Sukarno Hatta No. 827 Ujung Berung Bandung menyediakan berbagai kebutuhan seperti di pasar induk. Sayuran, buah-buahan dan pakaian dapat diperoleh di pasar ini. Pasar Gedebage lebih terkenal sebagai pasar yang menyediakan pakaian bekas murah namun berkualitas bagus karena lebih banyak menjajakan pakaian bekas.
Barang-barang imitasi dari Cina juga dapat ditemui saat belanja di Gedebage Bandung. Sudah banyak diketahui bahwa produk imitasi Cina banyak merajai perdagangan di Indonesia. Harganya cukup terjangkau, kualitasnya cukup mirip dengan aslinya dan sangat disukai oleh kebanyakan pembeli di Indonesia. Produk lokal maupun produk yang bermerek juga banyak ditemukan di pasar ini.
Berbagai produk fashion dapat ditemukan di Pasar Gedebage Bandung. Jaket, rok, kaos, celana jeans, rompi dan baju anak-anak dapat diperoleh dengan berbelanja di pasar ini. Pembeli yang mau bersabar mencari barang-barang dengan menjelajahi seluruh tempat di pasar ini akan memperoleh barang dengan kualitas bagus namun tetap memiliki harga yang murah. Banyak pilihan yang ditawarkan di tempat ini. Kejelian pembeli akan memperoleh barang bekas yang masih bagus.
Belanja di Gedebage Bandung saat weekend akan lebih murah karena penjual akan membanderol harganya dengan diskon hingga 50%. Namun di saat weekend pasar akan sangat sesak karena pembeli sudah mengetahui bahwa penjual akan mengadakan obral secara besar-besaran. Meskipun barang-barang tersebut diobral namun pembeli masih dapat menawar harga hingga diperoleh harga yang lebih murah lagi. Pembeli harus tetap jeli memilih barang dengan kualitas yang bagus.
Harga yang ditawarkan di Pasar Gedebage Bandung sangat murah. Namun kualitas barang tetap bagus. Pembeli harus dapat memilih dengan jeli agar dapat memperoleh barang-barang yang bagus. Barang yang bagus akan dibanderol dengan harga yang mahal tetapi pembeli dapat menawar harga hingga memperoleh harga yang murah. Pembeli yang pintar menawar akan memperoleh barang dengan harga murah dan berkualitas bagus.
Belanja di Gedebage Bandung terasa nyaman karena telah dibangun dengan lantai dari keramik dan diberi atap. Lahan parkir yang disediakan juga cukup luas dan aman. Tetapi di saat pembeli sedang sesak seperti saat weekend, pasar terasa pengap. Pencahayaan di pasar juga kurang dan didukung dengan bentuk pasar yang mirip dengan gudang.
sumber :  http://sebandung.com

Wisata Religi Makam Cut Nyak Dhien

Siapa yang tak mengenal seorang perempuan pejuang kemerdekaan bagi kaumnya, diantara pejuang-pejuang wanita yang tercatat dalam sejarah Indonesia, Cut Nyak Dhien memberikan cacatan emas yang sangat tebal sebagai seorang istri, ibu, dan pejuang. Tidak hanya rakyat Aceh, rakyat di luar Aceh pun sangat bercermin atas perjuangan beliau, dalam kondisi sakit dan tertawan pun terus menggerakkan perjuangan Rakyat Aceh terhadap kolonial Belanda.
Cut nyak dien adalah salah seorang pahlawan nasional wanita Indonesia. Anda tahu kan? ditempat inilah beliau dimakamkan. Makam ini berada di atas bukit kecil dekat kantor pemerintahan Sumedang yang berlokasi di gunung puyuh kecamatan sumedang selatan.
Makam ini berada di atas bukit kecil dekat kantor pemerintahan sumedang yang berlokasi di gunung puyuh kecamatan sumedang selatan. Diceritakan bahwa cut nyak dien diasingkan dari Aceh oleh pemerintah kolonial Belanda ke Sumedang hingga beliau meninggal dunia. Cut nyak dien adalah salah seorang pahlawan nasional wanita Indonesia.
Di Sumedang tak banyak orang tahu perempuan ini. Tua renta dan bermata rabun. Pakaiannya lusuh, dan hanya itu saja yang melekat di tubuhnya. Sebuah tasbih tak lepas dari tangannya, juga sebuah periuk nasi dari tanah liat. Dia datang ke Sumedang bersama dua pengikutnya sebagai tahanan politik Belanda, yang ingin mengasingkannya dari medan perjuangannya di Aceh pada 11 Desember 1906.
Perempuan tua itu lalu dititipkan kepada Bupati Sumedang Pangeran Aria Suriaatmaja, yang digelari Pangeran Makkah. Melihat perempuan yang amat taat beragama itu, Bupati tak menempatkannya di penjara, tetapi di rumah H. Ilyas, seorang tokoh agama, di belakang Kaum (masjid besar Sumedang). Di rumah itulah perempuan itu tinggal dan dirawat.
Sebagai tahanan politik, perempuan yang kemudian oleh masyarakat digelari ibu Perbu (Ratu) itu, jarang keluar rumah. Tapi banyak sekali ibu dan anak setempat yang datang mengunjunginya, untuk belajar mengaji meskipun dalam keadaan mata yang sudah rabun --karena banyak sekali ayat suci yang dihafalnya. Kegiatan lain selain mengajar mengaji hanyalah berdzikir dan beribadah di sebuah ruangan yang tidak terlalu luas. Ia terus bertaqarrub kepada Sang Pencipta serta menikmatinya, seolah meninggalkan keinginan duniawi. Di antara mereka yang datang banyak membawakan makanan atau pakaian, selain karena mereka menaruh hormat dan simpati yang besar, juga karena Ibu Perbu tak bersedia menerima apapun yang diberikan oleh Belanda.
Keadaan ini terus berlangsung hingga 6 November 1908, saat Ibu Perbu meninggal dunia. Dimakamkan secara hormat di Gunung Puyuh, sebuah komplek pemakaman para bangsawan pangeran Sumedang, tak jauh dari pusat kota Sumedang. Sampai wafatnya, masyarakat Sumedang belum tahu siapa sesungguhnya perempuan yang banyak memberikan manfaat bagi masyarakat itu, bahkan hingga kemerdekaan Indonesia. Ketika masyarakat Sumedang beralih generasi dan melupakan Ibu Perbu, pada tahun 60-an berdasarkan keterangan dari pemerintah Belanda baru diketahui bahwa Tjoet Njak Dhien, seorang pahlawan wanita Aceh yang terkenal telah diasingkan ke Pulau Jawa, Sumedang, Jawa Barat. Pengasingan itu berdasarkan Surat Keputusan No. 23 (Kolonial Verslag 1907:12). Akhirnya dengan mudah dapat dipastikan bahwa Ibu Perbu tak lain adalah Tjoet Njak Dhien yang diasingkan Belanda bersama seorang panglima berusia 50 tahun dan seorang kemenakannya bernama Teungku Nana berusia 15 tahun.
Pada 2 Mei 1964, melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 106, Tjoet Njak Dien ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional, sebagai penghargaan terhadap jasa-jasanya yang besar. Makamnya kemudian dipugar dan dibangun sebuah meunansah (mushala) di dekatnya. Menjelang akhir hidupnya, di Sumedang, di daerah yang sangat asing baginya, Tjoet Njak Dien masih juga berperang dalam pertempuran lain, yakni perlawanan terhadap penjajahan kebodohan.
Di komplek makam Gunung Puyuh terdapat beberapa kelompok Makam Keluarga, sehingga diperlukan penunjuk arah dan papan nama untuk masing-masing kelompok Makam tersebut. Posisi makam Cut Nyak Dhien berada di Kelompok Makam Keluarga H. Husna, berada di lereng gunung. Ketika memasuki komplek makam jalan akan menanjak kemudia turun untuk menuju makam Cut Nyak Dhien tersebut.
Pada dinding makam sebelah kiri terdapat tulisan "Karena Jihadmu Perjuangan Aceh beroleh kemenangan dari Belanda kembali ketangan rakyat sendir kegirangan. Itulah sebab sebagai kenangan , kami teringat terangan-angan, akan budiman Pahlawan Junjungan, Pahlawan Wanita berjiwa Kayangan". Ditulis menggunakan bahasa melayu sebelum ejaan yang disempurnakan (EYD), disebelahnya dengan menggunakan tulisan arab gundul (berbahasa melayu juga), sedangkan dinding kanan menggunakan bahasa rakyat Aceh.
Sedangkan pada batu nisan tertulis sebagai berikut:

"Disinilah dimakamkan Pahlawan Nasional: Tjut Nya' Dien, Istri Teuku Umar Djohan, Panglima Perang Besar dalam Perang Aceh. Selama hidupnya Cut Nyak Dhien telah berjuang mati-matian sebagai seorang Pahlawan Putri yang setia di samping suaminya menentang Belanda dalam Perang Aceh, setelah suaminya wafat Cut Nyak Dhien meneruskan jihad memimpin perjuangan sehingga beliau tertawan oleh Belanda pada tanggal 6 November 1905 di Aceh Barat. Cut Nyak Dhien dilahirkan di Aceh pada tahun 1848 dan wafat dalam pembuangan di Sumedang (Jawa Barat) ada tanggal 6 November 1908. Semoga Allah memberi berkah kepada arwah suci Pahlawan Putri yang amat berjasa dan setia ini. Amien".
sumber : http://ariechicarito.blogspot.com

Nyalawean : Tradisi Menangkap Impun


Di daerah Sukabumi  setiap tanggal 25 pada tahun Hijriah (sistem kalendar Islam), dilaksanakan tradisi yang dikenal dengan sebutan  ‘Tradisi Nyalawean’. Istilah ‘Nyalawean’ berasal dari kata ‘salawe’, yang dalam bahasa sunda berarti 25.
Tradisi Nyalawean adalah kegiatan masyarakat nelayan di pantai teluk Pelabuhan Ratu mencari ikan-ikan kecil yang disebut ‘impun’. Umumnya, masyarakat setempat berkerumun di pantai yang sekaligus merupakan muara-muara sungai dari wilayah Sukabumi. Seperti Muara Cimaja, Muara Citarik, Muara Cimandiri, Muara Cikayas, dan Muara Cibangban. Karena, di tempat-tempat inilah ditemukan ratusan juta impun yang terkenal rasanya terkenal sangat enak.
Pencarian ikan bisa berlangsung sepanjang hari. Bahkan di sore hari menjelang malam, merupakan puncak kedatangan orang-orang. Mereka berangsur pulang setelah malam, dengan jumlah tangkapan yang berbeda-beda.
Tradisi Nyalawean sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam . Bahkan sejak 20 tahun terakhir, kegiatan ini menjadi mata pencaharian alternatif bagi keluarga nelayan. Mereka yang mengumpulkan impun adalah para istri, remaja, dan anak-anak.
Hampir seharian para nelayan dan keluarganya mencari impun di pinggiran pantai. Ikan yang tersedia sangatlah banyak. Bahkan tanggal 25 Rajab, salah satu bulan di tahun Hijriah, merupakan puncak Nyalawean. Karena saat itu kumpulan ikan sangat melimpah ruah. Anehnya, selain di tanggal 25, ikan-ikan yang berkumpul di tempat tersebut berkurang lho Sobat Orbit.
Sehari sebelum tanggal 25, biasanya ribuan warga sudah mulai berkumpul di sekitar pantai. Bahkan, warga yang datang dari jauh rela untuk menginap di pinggir pantai.
Usaha ini mereka lakukan karena mereka khawatir tidak kebagian mendapatkan ikan yang dipercaya memiliki nilai sakral.
Sumber :  http://www.orbitdigital.net

Upacara Adat Seren Taun di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat: Kebersamaan dan Kearifan Lokal Masyarakat



 Upacara Adat Seren Taun adalah syukuran masyarakat agraris yang diramaikan ribuan masyarakat, bahkan dari beberapa daerah di Jawa Barat dan mancanegara.
Ritual Adat Seren Taun sudah berlangsung sejak 18 Rayagung 1937. Setiap hari dipertunjukkan pencak silat, nyiblung (musik air), kesenian dari Dayak Krimun, Indramayu, suling rando, tarawelet, karinding, dan suling kumbang dari Baduy.

Pagelaran budaya yang digelar setiap 22 Rayagung dalam kalender Sunda ini merupakan warisan budaya lokal Sunda yang masih dirayakan setiap tahun hingga saat ini.

Istilah Seren Taun dalam bahasa Sunda berasal dari kata seren artinya menyerahkan dan taun yang berarti tahun. Seren Tahun bermakna serah terima tahun yang lalu ke tahun yang akan datang sebagai penggantinya. Upacara Adat Seren Taun merupakan bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas segala karunia hasil pertanian pada tahun ini dan berharap hasil pertanian akan meningkat pada tahun yang akan datang.

Bilangan 22 pada penanggalan 22 Rayagung dan 22 kwintal padi yang ditumbuk memiliki makna tersendiri yaitu berasal dari bilangan 20 dan 2. Padi yang ditumbuk pada puncak acara sebanyak 22 kwintal dengan pembagian 20 kwintal untuk ditumbuk dan dibagikan kembali kepada masyarakat dan 2 kwintal digunakan sebagai benih.

Padi menjadi objek utama upacara adat ini karena padi dianggap sebagai lambang kemakmuran daerah Cigugur. Padi juga direkatkan dengan berbagai cerita rakyat seperti Pwah Aci Sahyang Asri. Pwah Aci (Pohaci)  yang lebih dikenal dengan Dewi Sri yaitu tokoh yang telah melegenda dan memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat agraris Sunda. Pohaci dipercaya memberikan kesuburan bagi petani sebagai utusan dari Jabaning Langit yang turun ke bumi.

Dalam Upacara Adat Seren Taun akan dituturkan kembali kisah-kisah klasik pantun Sunda yang bercerita tentang perjalanan Pwah Aci Sahyang Asri. Tari Pwah Aci sendiri merupakan salah satu seni tari spiritual yang di dalamnya tersirat ungkapan rasa hormat dan bhakti kepada Sang Pemberi Hidup melalui gerak dan ekspresi.

Dalam acara adat ini Anda akan melihat juga tarin diiringi alat musik angklung. Suara angklung yang ditimpali suara gendang mempu menghasilkan harmoni suara yang menakjubkan. Ada juga arak-arakan berbagai hasil panen masyarakat Cigugur. Seribu kentongan akan menjadi penutup rangkaian acara di Bukit Situ Hyang menuju Paseban Tri Panca Tunggal diikuti kemudian dengan 10 orang rampak kendang.

Transportasi
Untuk datang ke Cigugur di Kuningan, Jawa Barat maka alternatif dari Jakarta dapat memanfaatkan kereta api yang menuju ke Stasiun Kejaksan Cirebon. Dari Cirebon lanjutkan perjalanan dengan travel setempat untuk diantar langsung ke tempat tujuan. Harga travel ini ongkosnya di bawah lima puluh ribu rupiah. Anda pun dapat menggunakan angkutan bus dari kota terdekat yang menuju terminal bus di Kabupaten Kuningan.

sumber :  www.indonesia.travel

TANTANGAN DESA MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015


Beberapa tahun silam kita diingatkan pada maraknya berita tentang berbagai kasus pekerja imigran gelap dan peredaran produk/barang ilegal yang merajai pasaran di Indonesia, yang cukup menyetil pemikiran kita, setidaknya perlu kami ingatkan kembali bahwa ada 2 kasus dalam  pemberitaan media, yang penting kita renungi kembali yaitu :
Pada tahun 2011 sebanyak 60 warga negara asing (WNA) asal China yang bekerja secara ilegal di Proyek Pembangunan PLTU Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi meskipun akhirnya dideportasi ke negara asalnya. Berita ini cukup menggemparkan masyarakat sukabumi saat itu, terlebih pekerja asing yang bekerja pada proyek tersebut ternyata di dominasi pekerja kasar seperti tukang angkut, gali dan pekerjaan kasar lainnya yang sebenarnya bisa dilakukan oleh masyarakat setempat di sekita proyek Pembangunan PLTU.
Pada kejadian lain terkait beredarnya produk impor, Bayu krisnamurti Wakil Menteri Perdagangan pada saat kunjungan di Manado beliau sampaikan bahwa sejak Januari hingga Juni 2012 terdapat 404 kasus pelanggaran barang beredar di pasaran yang tidak sesuai ketentuan (bermasalah ) dan dari barang yang beredar ini ditemukan 66,25 persennya atau 267 adalah kasus barang impor.
Dua Kasus diatas tentunya bukan hanya kejadian yang hanya terjadi di Sukabumi dan Manado, kejadian itu merupakan contoh kasus saja yang juga terjadi di wilayah negara kita, ini sebagai dampak semakin terbukanya arus informasi dan pasar bebas yang sudah memasuki wilayah nusantara, terutama setelah ditandataganinya ratifikasi persetujuan pembentukan WTO melalui UU NO. 7/1994. Seperti kita ketahui WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dimana sistem perdagangannya sendiri telah ada dan di sepakati sejak tahun 1948 melalui General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) - Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan, sistem ini tentunya berdampak pada penurunan tarif pajak atas bea masuk, sehingga peredaran barang di wilayah Belahan Dunia ini tidak akan ter-elakan lagi masuknya berbagai produk luar dan  yang masuk ke wilayah negara kita.
Di Wilayah ASEAN diawali dengan disepakati terbentuknya ASEAN Free Trade Area (AFTA) sebagai kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. Kesepakatan yang di bangun di negara-negara ASEAN diantaranya berupa penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya, selanjutnya AFTA menyepakati menghapus semua bea masuk impor barang yang akan berlaku tahun 2015 sehingga tahun ini merupakan awal kebangkitan ASEAN sekaligus ujian bagi negera-negara di ASEAN untuk menunjukan eksistensi dalam membangun kompetisi di tingkat ASEAN sebelum memasuki era perdagangan bebas lebih lanjut, sebagai konsekwensi perdagangan Bebas dunia yang telah di ratifikasi oleh negara-negara ASEAN untuk memasuki era perdagangan bebas dunia –dimana indonesia sebagai salah satu pendiri WTO ( World Trade organzation ).
Era Perdagangan global yang ada saat ini membuka peluang untuk terbukanya pasar bebas lintas antar negara. Masing-masing negara memiliki peluang besar untuk saling mengisi kebutuhan di dalam negeri, baik dari segi infrastruktur maupun suprastruktur. Globalisasi yang diserta  dengan gelombang arus kemajuan teknologi, serta Perkembangan teknologi informasi dan transportasi kian meningkat sehingga membuat batas-batas antar negara semakin semu. Jalur lalu lintas pun semakin mudah untuk diakses.
Semakin terbuka lebarnya jalan lalu lintas antar negara pada era ini menciptakan meningkatnya mobilitas barang dan manusia antar satu negara ke negara lain. Dalam memenuhi kebutuhannya, secara tidak langsung negara membuka lebar pintu masuk dan akses ke dalam ruang lingkup batasan negara. Secara individual maupun kelompok dengan mudah melakukan perjalanan dari satu negara ke negara lain dengan berbagai kepentingan. Dengan fenomena ini, berbagai usaha dilakukan untuk tetap menjaga keamanan dan stabilitas negara, seperti menetapkan peraturan-peraturan tentang keimigrasian, walau masih banyak terdapat lubang-lubang hitam yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk secara ilegal dimanfaatkan demi kepentingan pribadi.
Era globalisasi kemudian memunculkan potensi untuk terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Akses yang mudah dan peraturan yang lunak dapat dipermainkan sehingga menimbulkan suatu praktek kejahatan lintas negara. Kejahatan lintas negara ini sejatinya sudah ada sejak dahulu, tetapi sesuai perkembangan jaman, pelbagai inovasi dan kreatifitas telah dilakukan oleh para pelanggar sehingga kejahatan lintas negara pun tidak di elakan lagi muncul dalam bentuk-bentuk yang teroganisir dengan melibatkan banyak pihak, baik dari dalam maupun luar negeri.
Kejahatan lintas negara, atau yang dikenal dengan istilah kejahatan transnasional menimbulkan banyak kerugian bagi suatu negara, bahkan bagi daerah-daerah tertentu di dalam negara tersebut. Pelbagai penyimpangan yang dapat dilakukan, seperti pengeksploitasian sumber daya (sumber daya alam dan sumber daya manusia) yang berlebihan sehingga bedampak kepada prilaku sosial yang ada dunia, dengan munculnya atau menguatnya masalah-masalah, seperti kemiskinan, konflik, dan kerugian lainnya yang bersifat materi. Bencana alam pun menjadi salah satu masalah yang kemudian dipertanyakan sebab-musabab munculnya terkait dengan praktek kejahatan antar bangsa yang mengakibatkan adanya kerusakan lingkungan. Dengan demikian, kejahatan transnasional “berhasil” menjadi masalah bersama, masalah di negara-negara dunia, menjadi masalah nasional dan internasional.
Indonesia sebagai salah satu negara diperlintasan benua besar di dunia tentunya memiliki potensi yang kuat untuk terjadinya praktek kejahatan transnasional. Kejahatan transnasional bukan hanya didorong oleh faktor perdagangan bebas. Tidak saja Kejahatan transnasional, Indonesia tentunya secara konsekwensi pasar di hadapkan pada persaingan global.
Tantangan terdekat Indonesia memasuki era AFTA yang melahirkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015 tentunya harus di sikapi dengan upaya meningkatkan daya saing pelaku usaha dan sumber daya manusia.
Presiden Susilo Bambang Yudoyono telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2014, dalam dalam upaya untuk meningkatkan daya saing nasional dan kesiapan menghadapi pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dimulai akhir 2015, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 1 September 2014 selanjutnya telah menandatangani Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2014 tentang Peningkatan Daya Saing Dalam Rangka Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Dikutip dari laman setkab.go.id, Minggu (14/9), melalui Inpres No 6 tahun 2014, SBY meminta kepada para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, Sekretaris Kabinet, Jaksa Agung, Kapolri, para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), para Gubernur, dan para Bupati/Walikota di seluruh Indonesia, untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan terintegrasi untuk melakukan peningkatan daya saing nasional dan melakukan persiapan pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan dimulai pada Tahun 2015.
Pelaksanaan peningkatan daya saing nasional dan persiapan pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN sebagaimana dimaksud berpedoman pada strategi di antaranya:
1. Pengembangan Industri Nasional yang berfokus pada: a.Pengembangan Industri Prioritas Dalam Rangka Memenuhi Pasar ASEAN; b.Pengembangan Industri Dalam Rangka Mengamankan Pasar Dalam Negeri; c.Pengambangan industri kecil menengah; d. Pengembangan SDM dan Penelitian; dan e. Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI).
2. Pengembangan Pertanian, dengan fokus pada Peningkatan Investasi Langsung di Sektor Pertanian, dan Peningkatan akses pasar.
3. Pengembangan Kelautan dan Perikanan, dengan fokus pada: a. Penguatan Kelembagaan dan Posisi Kelautan dan Perikanan; b.Penguatan daya saing kelautan dan perikanan; c. Penguatan pasar dalam negeri; dan d. Penguatan dan peningkatan Pasar Ekspor.
4. Pengembangan energi, yang fokus pada: a. Pengembangan sub sektor ketenagalistrikan dan pengurangan penggunaan energi fosil (Bahan Bakar Minyak); b.sub sektor energi baru, terbarukan dan konservasi energi; dan c. Peningkatan pasokan energi dan listrik agar dapat bersaing dengan negara yang memiliki infrastruktur lebih baik.
Selain itu masih ada 10 sektor pengembangan lainnya, yang meliputi pengembangan infrastruktur; pengembangan sistem logistik nasional; pengembangan perbankan; investasi; usaha mikro, kecil, dan menengah; tenaga kerja; kesehatan; perdagangan; kepariwisataan; dan kewirausahaan.
Terkait Inpres ini, Presiden memberikan keleluasaan bagi Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian untuk melakukan koordinasi dengan Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan sepanjang terdapat program yang berkaitan dengan kewenangan Bank Indonesia dan/atau Otoritas Jasa Keuangan.
Melalui Inpres ini, Menko bidang Perekonomian diminta untuk mengoordinasikan pelaksanaan strategi sebagaimana di atas, dan melaporkannya secara berkala kepada Presiden.
Dalam pelaksanaan tugasnya itu, Presiden meminta Menko Perekonomian untuk berkoordinasi dengan Komite Nasional Persiapan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN sebagaimana telah ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2014.
HAMBATAN DESA DI ERA PERDAGANGAN BEBAS
Desa sebagai wilayah kesatuan hukum yang berkedudukan di wilayah NKRI tentunya tidak lepas dari obyek persaingan pasar bebas, bukan saja terhadap kualitas produk/barang yang di hasilkan desa, tetapi sumber daya manusia sebagai pengelola sumber daya alam, budaya dan modal sosial lainnya tentunya akan di hadapkan pada persaingan ekonomi.
Pengembangan modal sosial di desa merupakan salah satu alternatif dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari di desa, sehingga secara tidak langsung daya saing pengelolaan modal sosial dan potensi sumber daya sangat menentukan kesejahteraan mayarakat desa.
Desa yang memiliki sumber daya yang luar biasa tidak akan menciptakan kesejahteraan di era persaingan bebas jika tidak mampu bersaing jika tidak di bangun upaya kreatif dalam pengembangkan modal sosial yang ada. Terbentuknya “socio-economic creative rural society or rural community” bila dikembangkan dengan meningkatkan daya saing akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah pedesaan lebih berkembang dan tetap bertahan eksis dalam persaingan pasar bebas.
Manajemen sumberdaya desa menjadi diskursus menarik untuk di kaji lebih lanjut, terlebih Desa dengan semangat UU No 6 tahun 2014 tentang desa dengan azaz revolusioner desa yaitu azaz Subsidiaritas dan Rekognisi . Azaz Rekognisi sebagai bentuk pengakuan negara terhadap hak asal usul desa, sedang azaz subsidiaritas, memberikan kewenangan penetapan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa, sehingga Desa memiliki hak untuk mengelola dan mengatur atas sumber daya untuk kepentingan ksejahteraan masyarakat desa, sehingga kedua azaz tersebut seyogyanya mendorong desa bisa meningkatkan tata kelola sumber daya untuk memiliki daya saing.
Desa ke depan di hadapkan pada tantangan bukan saja memasuki persaingan pasar bebas dan terbentuknya Masyarakat ekonomi Asean (MEA) Tahun 2015, tetapi untuk menciptkan daya saing desa masih di hadapkan pada resistensi pemahaman terhadap UU Desa yang belum sepenuhnya di pahami desa dan supra desa yang di akibatkan proses pembelajaran desa yang keliru selama ini dalam proses pelaksanaan program-program yang cenderung mengimposisi peran desa (pemerintah desa dan masyarakat desa).
Menurut Sutoro Eko, Otonomi daerah cenderung jamak menyediakan karpet merah bagi kelompok usaha untuk mengelola sumber daya alam daerah. Tidaklah mengherankan bahwa di era otonomi daerah lengket dengan paradigma market driven development dan desa masih terpinggirkan
Selanjutnya Sutoro eko sebutkan Performa pelaksanaan proyek proyek tersebut justru mengimposisi peran pemegang otoritas desa dan partisipasi masyarakat. Di luar dugaan program program tersebut menyebabkan modal sosial masyarakat tidak terbangun baik. Uang berubah menjadi motivator utama bergairahnya partisipasi (money driven development). Partisipasi yang tinggi dalam penyelenggaraan program program tersebut bukan berarti mampu melahirkan program/kegiatan yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat,melainkan karena dimobolisasi oleh petunjuk teknis proyek.
Pengalaman desa-desa dalam tata kelola program-program sebelumya yang bersumber dari berbagai program-program leading sektor pemerintah dengan berbagai ragam kebijakan program, ragam muatan pesan donor, serta bias implementasi program, semakin menyudutkan desa pada ketidak berdayaan, karena desa tidak di posisikan dalam pengelolaan dan pengaturan, sebagai wujud entitas desa, hal tersebut di perparah dengan prilaku supra desa senantiasa mendudukan desa sebagai sumber perasan data, ekploitasi sumber daya, dll.
Pengalaman buruk sebagai bentuk resistensi yang menghambat pengembangan modal sosial desa serta sistem regulasi diotonomi daerah yang tidak pro-desa dan pemberdayaan masyarakat desa, sehingga bentuk keberdayaan desa bukan sekedar mobilisasi yang gairah partisipasi yang di dorong dengan ketergantungan bantuan keuangan, Dana Desa harus menjadi bagian modal sosial yang di kembangkan dengan kewenangan mengatur dan mengelola, sehingga pengakuan pemerintah desa dan kelembagaan desa bisa berfungsi dan memiliki kewibawaan di hadapan masyarakat desa
SERTIFIKASI POTENSI SUMBER DAYA DESA
Salah satu bentuk manajemen sumber daya yang perlu di kembangankan adalah dilakukannya inventarisasi sumber daya melalui sertifikasi sumber daya desa. Sertifikasi sumber daya adalah upaya pengakuan terhadap sumber daya yang ada di desa untuk di pertahankan sebagai bentuk kearifan lokal yang siap berdaya saing dengan pasar bebas, sebagai contoh:
Bagaimana pendataan terhadap buah-buahan lokal produk pertanian, perkebunan, hasil hutan, dll sebagai produk unggulan yang kompetitif yang mampu bersaing di pasaran bebas,
Bagaimana melakukan inventarisasi keahlian tenaga sumber daya manusia berketerampilan lokal (tukang pacul/gali, tukang ani-ani, pemetik kelapa, penyadap nira,dll)
Bagaimana melakukan pendataan terhadap sumber daya alam untuk melindungi dan mempertahankan kesimbangan sistem sosial masyarakat desa dan antar desa
Bagamana melakukan pendataan potensi sosial, seni, budaya, dll sebagai bagian membangun rekayasa sosial untuk kepentingan kesejahteraan desa dan antar desa maupun kawasan di era persaingan global dan diperluasnya otonomi desa dan  dengan kewenangan skala lokal desa berkonsekwensi arus perdaganan bebas masuk ke tingkat desa dengan masuknya iklim investasi yang mengakibatkan munculnya industrialisasi perdesaan sebagai bentuk optimalisasi pengelolaan sumber daya desa. Industri dimaksud adalah munculnya usaha-usaha pertanian, perikanan, perkebunan, perikanan, pariwisata,dll yang berbais potensi sumber daya desa dengan skala industri, yang akan berdampak pada serapan tenaga kerja terampil lokal yang harus bersaing, sehingga kasus imigran gelap pekerja kasar seperti kasus proyek PLTU di kabupaten Sukabumi tidak terulang.
Pembangunan investasi usaha dan ekonomi akan berdampak pada tumbuhnya proyek-proyek pembangunan infrastruktur sarana/prasarana pendukung invenstasi dengan skala proyek dan masive, yang harus menempatkan masyarakat desa sebagai pelaku proyek. Tidak terjadi kembali penguasaan dan pengalihan atas ekploitasi sumber daya desa yang tidak memberikan daya ungkit kesejahteraan desa.
Sertifikasi sumber daya tentunya menjadi bagian strategis bagi desa untuk bersiap dalam era persaingan bebas ini agar desa tidak terlindas dalm pergulatan pasar. Sertifikasi merupakan langkah pemetaan pasukan sebelum mendapatkan agresi pasar yang tidak bisa kita bendung.
DESA HUA XI CONTOH KEBERHASILAN
Sebuah gambaran bagaimana Desa mampu membangun kesejahteraan rakyat, dapat kita pelajari dari best practice tata kelola desa Hua xi yang terletak di propinsi Jiang Shu China, melalui kepemimpinan kepala desa Wu Renbao akhirnya sekarang menjadi satu desa termaju di dunia, Desa berinisiatif melancarkan usaha sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing dan kebutuhan pasar. Jadi, setelah didesa-desa diperkenankan menggunakan tanahnya untuk berproduksi yang dikehendaki sesusai kebutuhan pasar.
Desa Hua Xi setelah berhasil meningkatkan produksi pertanian dengan mekanisasi, mereka benar-benar mengembangkan usaha industry di-desanya, membangun pabrik baja dan pipa-baja. Usaha menjadi lebih besar setelah Wu Renbao menggabungkan beberapa desa disekitarnya, menambah jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk industry. Sehingga hasil produksi baja setahunnya mencapai 2,2 juta ton, sedang pipa-pipa berbagai jenis untuk sepeda, sepeda-motor dan perabot rumah-tangga, hampir 300 ribu ton/tahun. Dari hasil produksi desa Hua Xi sudah ada yang eksport ke AS, Canada, Eropa, Australia dan beberapa Negara Asia-tenggara.
Untuk pengembangan Usaha dan mensejahterakan kawasan antar desa, maka Desa Hua Xi memperluas wilayah dengan menggabungkan 16 desa disekitar menjadi satu pengurusan Desa Hua Xi untuk maju bersama. Dermikianlah sekarang ini desa Hua Xi menjadi besar dan lebih makmur lagi dengan bertambahnya tenaga kerja. Lengkap dengan produksi bahan pangan, buah-buahan, pohon, peternakan dan perikanan, dll.
Inilah bentuk contoh nyata bahwa desa mampu berdaya saingan denga mengembangkan kekuatan potensi desa dan antar desa, dengan kekuatan visi seorang pemimpin dari sebuah wilayah yang berdaulat serta didukung komitmen masyarakat desa untuk maju bersama.
Undang-undang No. 6 Tahun 2014 menegaskan kembali bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa. BUMDes adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Dengan demikian BUMDes adalah Lembaga Usaha Desa yang dikelolah oleh Masyarakat dan Pemerintah Desa dalam upaya memperkuat perekonomi desa dan di bentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa.
BUMDes juga adalah pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial institution)Secara khusus Ketentuan tentang Badan Usaha Milik Desa dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 diatur dalam Bab X, dengan 4 buah pasal, yaitu Pasal 87 sampai dengan Pasal 90. Dalam Bab X UU Desa ini disebutkan bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUMDes yang dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Usaha yang dapat dijalankan BUMDes yaitu usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendirian BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Apa yang di lakukan Wu Renbao yang membawa pesatnya kemaksuran ekonomi desa Hua Xi adalah dengan mengembangkan BUMdes dengan produksi yang sesuai dengan kebutuhan pasar, sehingga pengelolaan sumber daya betul-betul di kelola agar juga memiliki daya saing pasar.
Akankah Desa-Desa di Indonesia melahirkan desa-desa seperti Hua xi bahkan mengungguli Hua Xi, Bagaimana Desa mampu mengelola Dana Desa dengan rerata 1.4 Milyar di jadikan sebagai Modal membangun kesejahteraan, mampukah desa memproduksi produk-produk berdaya saing atau menjadi pengguna produk luar, akan kah sumber daya manusia di desa kita menjadi pelaku utama pembangunan di desa atau kah teralihkan oleh tenaga kerja asing, akan kah sumber daya potensi alam dan budaya kita di kelola olah orang desa ataukah di intervensi oleh kekuatan modal asing. Tentu ini menjadi Pekerjaan Rumah yang panjang bagi para penggiat desa di Indonesia.
Sertifikasi Sumber daya Lokal dan bernilai Ke-arifan Lokal seharusnya menjadikan entitas daya saing menghadapi persaingan pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015, sebelum memasuki persaingan global dunia AFTA dan NAFTA, sebagai konsekswensi ratiifikasi WTO yang sudah di tanda-tangani pemerintah Indonesia.
Go..Sertifikasi dan peningkatan daya saing…
Oleh : Ir. Sutardjo
sumber :  http://www.ciamiskab.go.id
Sumber Tulisan :
Sutoro Eko, Februari 2014 Desa membangun Indonesia Cetakan pertama Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD)
Laman setkab.go.id, Minggu (14/9) Presiden Bentuk Komite Persiapan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN
Laman Media Indonesia April 24 2012 Desa Hua Xi , Desa Terkaya Didunia
Inilah.Com tanggal 6 oktober 2011, 60 Pekerja Ilegal Asal China Dideportasi
Merdeka.com Rabu, 18 Juli 2012 Produk impor ilegal kuasai pasar

Nikmatnya Berburu Jajanan Tempo Dulu




Nikmatnya Berburu Jajanan Tempo Dulu

Siapa sih yang nggak suka makanan ringan atau cemil-cemilan? Terkhusus anak muda pasti suka yang namanya ngemil makanan-makanan ringan. Dengan hadirnya variasi macam-macam makanan ringan yang kian menjamur, jadi meningkatkan hobi para penggila cemilan. Semakin berkembangnya zaman, makanan yang hadir pun semakin modern. Yang masih merajai kuliner adalah makanan fast foo dan makanan kemasan yang banyak tersedia di supermarket.
Jajanan atau makanan ringan ini memang makin digandrumi, karena cocok untuk menemani aktivitas kita seperti saat mengerjakan pekerjaan, nonton tv, dan banyak lainnya lagi. Semakin modernnya zaman dan hadirnya berbagai macam variasi jajanan, tak berarti jajanan tempo dulu kehilangan pamornya.
Ya, meski mulai susah ditemu di sudut kota bukan berarti tidak ada. Dan saat ini, ada beberapa jajanan tempo dulu yang masih menjadi incaran banyak orang. Apa saja itu?
Kue Cubit
Jajanan yang sudah ada dari sekitar tahun 90-an ini masih mampu bertahan. Dengan hadirnya variasi rasa dari kue cubit inilah yang mampu mengangkat kembali ketenaran kue cubit ini. Salah satunya adalah dengan hadirnya rasa green tea yang kini laris manis diminati banyak orang. Ditambah lagi denngan hadirnya berbagai topping yang melengkapi kelezatan dari kue ini dan biasanya orang lebih suka menikmatinya setengah matang.

Kue Ape
Kue hijau tapi bukan green tea berbentuk seperti wajan kecil yang ditengahnya merupakan gumpalan dari adonan ini juga termasuk jajanan yang cukup lama. Jajanan ini tidak sulit untuk ditemui, selalu ada disepanjang jalan daerah Istana Bogor. Rasa renyah pinggiran kue ape inilah yang menjadi daya tarik pembeli, rasanya yang sederhana tapi mampu membuat orang-orang terus merasa ingin memakanannya.
Resep-Kue-Ape-Pandan
Mie lidi
Mie kering seperti sapu lidi ini kembali menyeruak. Sama halnya dengan kue cubit, mie lidi yang dulu terkenal sebagai jajanan anak SD ini bahkan digemari higga para orang tua. Hadirnya variasi rasa yang bermacam-macam menjadi salah satu daya tariknya. Mie lidi ini banyak di pasarkan melalu media online.
mie-lidi
Es goyang
Jajanan es yang sangat sederahana, dengan dua varian warna putih dan merah jambu. Jajanan yang menerapkan hukum kimia ini, masih laris dibeli. Es goyang pun telah hadir dengan berbagai rasa, bahkan telah hadir pada daftar menu restoran. Biasanya penjual es goyang tradisional ini ditemukan di sekitar sekolah dasar.
Nah, banyak lagi pasti jajanan tempo dulu dan tradisional yang masih ada hingga kini. Masih banyak kita jumpai contohnya di pasar tradisional yang menjual kue-kue tradisional. Dengan hadirnya kembali jajanan tempo dulu ini, diharapkan agar bisa terus ada dan kedepannya bisa menjadi ciri khas kuliner dari Kota Bogor yang selalu senantiasa dijaga keberadaannya.
http://info-bogor.com/wp-content/uploads/2015/01/imageBlog.jpg





sumber : http://info-bogor.com

Sejarah Kerajaan Galuh Ciamis

Sejarah Kerajaan Galuh (Ciamis)

Sejarah Kerajaan Galuh (Ciamis)
Oleh A. Sobana Hardjasaputra
(Putera Galuh, sejarawan dan pustakawan pada Fakultas Sastra Unpad)
Pengantar
Daerah Galuh yang sekarang bernama Ciamis memiliki perjalanan sejarah sangat panjang. Hal itu terbukti dari periodisasi yang dilewatinya, yaitu masa pra-sejarah, masa kerajaan (abad ke-8 – abad ke-16), masa kekuasaan Mataram, kekuasaan Kompeni, dan Belanda/Hindia Belanda (akhir abad ke-16 – awal tahun 1942), masa pendudukan Jepang (awal tahun 1942 – 15 Agustus 1945), dan masa kemerdekaan (17 Agustus 1945 – sekarang). Perjalanan sejarah Galuh yang panjang itu sampai sekarang masih belum terungkap secara komprehensip, bahkan beberapa bagian/episode sejarah Galuh masih “gelap”. Selain itu, sejarah Galuh masa kerajaan masih banyak bercampur dengan mitos atau legenda, sehingga ceritera tentang Galuh masa kerajaan pun terdapat beberapa versi.
Belum adanya penulisan sejarah Galuh yang komprehensip kiranya disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, Pemda Kabupaten Ciamis terkesan kurang menaruh perhatian terhadap sejarah daerahnya sendiri. Kedua, kurangnya sejarawan yang berminat untuk mengungkap sejarah Galuh, antara lain karena kegiatan itu memerlukan biaya cukup besar untuk mencari dan meneliti sumbernya. Sekalipun sudah ada hasil penelitian sejarah Galuh, tetapi uraiannya hanya berupa garis besar mengenai aspek atau kurun waktu tertentu.
Sejarah bukan hanya memiliki fungsi informatif, tetapi juga fungsi edukatif, bahkan sesungguhnya memiliki fungsi pragmatik, khususnya bagi pemda daerah setempat. Hal itu disebabkan sejarah adalah suatu proses kausalitas yang ber-kesinambungan. Kehidupan masa kini adalah hasil kehidupan masa lampau, dan kehidupan masa mendatang akan tergantung dari sikap kita dalam mengisi kehidupan masa sekarang. Oleh sebab itu kita harus pandai belajar dari sejarah, karena sejarah adalah “obor kebenaran” dan “obor” agar kita tidak “pareumeun obor”.
Atas dasar hal tersebut, seyogyanya bila Pemda Kabupaten Ciamis dan “Wargi Galuh” menaruh perhatian terhadap sejarah Galuh, antara lain agar kita benar-benar memahami bagaimana jati diri putera Galuh.
1. Asal-Usul dan Arti Kata Galuh
“Galuh” berasal dari kata Sansakerta yang berarti sejenis batu permata. Kata “galuh” juga biasa digunakan sebagai sebutan bagi ratu yang belum menikah (“raja puteri”). Sejarawan W.J. van der Meulen berpendapat bahwa kata “galuh” berasal dari kata “sakaloh” yang berarti “asalnya dari sungai”. Ada pula pendapat yang menyatakan, bahwa kata “galuh” berasal dari kata “galeuh” dalam arti inti atau bagian tengah batang kayu yang paling keras. Pengertian mana yang tepat dari kata “galuh” untuk daerah yang sekarang bernama Ciamis? Hal itu memerlukan kajian secara khusus dan mendalam.
2. Galuh Masa Kerajaan
Galuh memang pernah menjadi sebuah kerajaan. Akan tetapi ceritera tentang Kerajaan Galuh, terutama pada bagian awal, penuh dengan mitos. Hal itu disebabkan ceritera itu berasal dari sumber sekunder berupa naskah yang ditulis jauh setelah Kerajaan Galuh lenyap. Misalnya, Wawacan Sajarah Galuh antara lain menceriterakan bahwa Kerajaan Galuh berlokasi di Lakbok dan pertama kali diperintah oleh Ratu Galuh. Setelah banjir besar yang dialami oleh Nabi Nuh surut, pusat Kerajaan Galuh pindah ke Karangkamulyan dan nama kerajaan berganti menjadi Bojonggaluh. Dikisahkan pula putera Ratu Galuh, yaitu Ciung Wanara berselisih dengan saudaranya Hariang Banga. Perselisihan itu berakhir dengan permufakatan, bahwa kekuasaan atas Pulau Jawa akan dibagi dua. Ciung Wanara berkuasa di Pajajaran dan Hariang Banga menguasasi Majapahit. Selama belum ada sumber atau fakta kuat yang mendukungnya, kisah seperti itu adalah mitos (Bagi guru sejarah, ceritera yang bersifat mitos boleh-boleh saja disampaikan kepada para siswa, dengan catatan harus benar-benar ditegaskan, bahwa ceritera itu adalah mitos yang kebenarannya sulit dipertanggungjawabkan).
Ceritera tentang Kerajaan Galuh yang dapat dipercaya adalah berita dalam sumber primer berupa prasasti, naskah sejaman (ditulis pada jamannya atau tidak jauh dari peristiwa yang diceriterakannya), dan sumber lain yang akurat. Menurut sumber-sumber tersebut, Galuh sebagai nama satu daerah di Jawa Barat—Dalam Peta Pulau Jawa, kata “galuh” digunakan pula menjadi bagian nama atau bagian nama beberapa tempat, seperti Galuh (Purbalingga), Rajagaluh (Majalengka), Sirah Galuh (Cilacap), Galuh Timur (Bumiayu), Segaluh dan Sungai Begaluh (Leksono), Samigaluh (Purworejo), dan Hujung (Ujung) Galuh di Jawa Timur) muncul dalam panggung sejarah pada abad ke-8. Setelah Kerajaan Tarumanagara (abad ke-5 s.d. abad ke-7) berakhir, di daerah Jawa Barat berdiri Kerajaan Sunda (abad. ke-8 s.d. abad ke-16). Pusat kerajaan itu berpindah-pindah, dari Galuh pindah ke Pakuan Pajajaran/Bogor (± abad ke-11 s.d abad ke-13), kemudian pindah lagi ke Kawali (abad ke-14). Selanjutnya kerajaan itu kembali berpusat di Pakuan Pajajaran, sehingga lebih dikenal dengan nama Kerajaan Pajajaran.
Nama kerajaan seringkali berubah dengan sebutan nama ibukotanya. Oleh karena itu, tidak heran bila ketika Kerajaan Sunda beribukota di Galuh, kerajaan itu disebut juga Kerajaan Galuh. Diduga pusat/daerah inti Galuh waktu itu adalah Imbanagara sekarang. Raja terkenal yang berkuasa di Galuh adalah Sanjaya. Ketika kerajaan itu berpusat di Kawali (abad ke-14) diperintah oleh Prabu Maharaja (di kalangan masyarakat setempat, raja ini dikenal dengan nama Maharaja Kawali). Pada masa pemerintahan raja itulah agama Islam masuk ke Kawali dari Cirebon antara tahun 1528-1530.
Ketika Kerajaan Sunda/Pajajaran diperintah oleh Nusiya Mulya (paruh kedua abad ke-16), eksistensi kerajaan itu berakhir akibat gerakan kekuatan Banten di bawah pimpinan Maulana Yusuf dalam rangka menyebarkan agama Islam. Peristiwa itu terjadi tahun 1579/1580. Sejak itu Pakuan Pajajaran berada di bawah kekuasaan Banten.
Setelah Kerajaan Sunda/Pajajaran berakhir, Galuh berdiri sendiri sebagai ke-rajaan merdeka (1579/1580 – 1595). Sementara itu, berdiri pula Kerajaan Sumedang Larang (± 1580-1620) dengan ibukota Kutamaya. Kerajaan Galuh diperintah oleh Prabu (Maharaja) Cipta Sanghiang di Galuh, putera Prabu Haurkuning. Batas-batas wilayah Kerajaan Galuh waktu itu adalah : Sumedang batas sebelah utara, Galunggung dan Sukapura batas sebelah barat, Sungai Cijulang batas sebelah selatan, dan Sungai Citanduy batas sebelah timur. Perlu disebutkan bahwa daerah Majenang, Dayeuhluhur, dan Pegadingan yang sekarang masuk wilayah Jawa Tengah, semula termasuk wilayah Galuh. Di tempat-tempat tersebut sampai sekarang pun masih terdapat orang-orang berbahasa Sunda.
3. Galuh di bawah kekuasaan Mataram
Di bawah kekuasaan Mataram, daerah-daerah di Priangan yang semula berstatus kerajaan berubah menjadi kabupaten. Galuh berada di bawah kekuasaan Mataram antara tahun 1595-1705. Galuh pertama kali jatuh ke dalam kekuasaan Mataram, ketika Mataram diperintah oleh Sutawijaya alias Panembahan Senopati (1586-1601). Oleh penguasa Mataram, Galuh dimasukkan ke dalam wilayah administratif Cirebon. Setelah Prabu Cipta Sanghiang di Galuh meninggal, ia digantikan oleh puteranya bernama Ujang Ngekel bergelar Prabu Galuh Cipta Permana (1610-1618), berkedudukan di Garatengah (daerah sekitar Cineam, sekarang masuk wilayah Kabupaten Tasikmalaya). Prabu Galuh Cipta Permana yang telah masuk Islam (semula beragama Hindu) menikah dengan puteri Maharaja Kawali bernama Tanduran di Anjung. Selain Garatengah, di wilayah Galuh terdapat pusat-pusat kekuasaan, dikepalai oleh seseorang yang ber-kedudukan sebagai bupati dalam arti raja kecil. Pusat-pusat kekuasaan itu antara lain Cibatu, Utama (Ciancang), Kertabumi (Bojong Lopang), dan Imbanagara.
Mataram menguasai Galuh kemudian Sumedang Larang (1620) dalam usaha menjadikan Priangan sebagai daerah pertahanan di bagian barat dalam menghadapi kemungkinan serangan pasukan Banten dan Kompeni yang berkedudukan di Batavia. Kekuasaan Mataram di Galuh lebih tampak ketika Mataram diperintah oleh Sultan Agung (1613-1645) dan Galuh diperintah oleh Adipati Panaekan (1618-1625), putera Prabu Galuh CiptaPermana, selaku Bupati Wedana. Penguasaan Mataram terhadap Galuh dan Sumedang Larang sifatnya berbeda. Galuh dikuasai oleh Mataram melalui cara kekerasan, karena pihak Galuh melakukan perlawanan. Sebaliknya, Sumedang Larang jatuh ke bawah kekuasaan Mataram karena berserah diri, antara lain karena adanya hubungan keluarga antara Raden Aria Suriadiwangsa penguasa Sumdang Larang dengan penguasa Mataram.
Tahun 1628 Mataram merencanakan penyerangan terhadap Kompeni di Batavia dan meminta bantuan para kepala daerah di Priangan. Ternyata rencana itu me-nimbulkan perbedaan pendapat yang berujung menjadi perselisihan di antara para kepada daerah di Priangan. Dalam hal ini, Adipati Panaekan berselisih dengan adik iparnya, yaitu Dipati Kertabumi, Bupati Bojonglopang, putera Prabu Dimuntur. Dalam perselisihan itu Adipati Panaekan terbunuh (1625). Ia digantikan oleh puteranya bernama Mas Dipati Imbanagara yang berkedudukan di Garatengah (Cineam). Pada masa pemerintahan Dipati Imbanagara, ibukota Kabupaten Galuh dipindahkan dari Garatengah (Cineam) ke Calincing. Tidak lama kemudian pindah lagi ke Bendanegara (Panyingkiran).
Ketika pasukan Mataram menyerang Batavia (1628), kepala daerah di Priangan memberikan bantuan. Pasukan Galuh dipimpin oleh Bagus Sutapura, pasukan Priangan dipimpin oleh Dipati Ukur, Bupati Wedana Priangan. Dipati Ukur memang mendapat tugas khusus dari Sultan Agung untuk mengusir Kompeni dari Batavia. Ternyata Dipati Ukur gagal melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, ia memberontak terhadap Mataram.
Pemberontakan Dipati Ukur yang berlangsung lebih-kurang empat tahun (1628-1632) merupakan faktor penting yang mendorong Sultan Agung tahun 1630-an memecah wilayah Priangan di luar Sumedang menjadi beberapa kabupaten, termasuk Galuh. Wilayah Galuh dipecah menjadi beberapa pusat kekuasaan kecil, yaitu Utama diperintah oleh Sutamanggala, Imbanagara diperintah oleh Adipati Jayanagara, Bojong-lopang diperintah oleh Dipati Kertabumi, dan Kawasen diperintah oleh Bagus Sutapura. Khusus kepala-kepala daerah yang berjasa membantu menumpas pemberontakan Dipati Ukur diangkat oleh Sultan Agung menjadi bupati di daerah masing-masing. Tahun 1634 Bagus Sutapura dikukuhkan menjadi Bupati Kawasen—Kepala daerah lain yang diangkat menjadi bupati antara lain Ki Astamanggala (Umbul Cihaurbeuti) menjadi bupati Bandung dengan gelar Tumenggung Wiraangunangun, Ki Wirawangsa (Umbul Sukakerta) menjadi bupati Sukapura dengan gelar Tumenggung Wiradadaha, dan Ki Somahita (Umbul Sindangkasih) menjadi bupati Parakanmuncang dengan gelar Tumenggung Tanubaya.) (daerah antara Banjarsari – Padaherang). Ia memrintah Kawasen sampai dengan 1653, kemudian digantikan oleh puteranya bernama Tumenggung Sutanangga (1653-1676). Sementara itu, Dipati Imbanagara yang dicurigai oleh pihak Mataram berpihak kepada Dipati Ukur, dijatuhi hukuman mati (1636). Namun puteranya, yaitu Adipati Jayanagara (Mas Bongsar) diangkat menjadi Bupati Garatengah. Imbanagara dijadikan nama kabupaten dan Kawasen digabungkan dengan Imbanagara.
Pertengahan tahun 1642 Adipati Jayanagara memindahkan lagi ibukota Kabupaten Galuh ke Barunay (daerah Imbanagara sekarang). Pemindahan ibukota kabupaten yang terjadi tanggal 14 Mulud tahun He (12 Juni 1642—Sejak tahun 1970-an, Pemda Kabupaten Ciamis menganggap tanggal 12 Juni 1642 sebagai Hari Jadi Kabupaten Ciamis. Mengenai Hari Jadi Ciamis, dibicarakan pada akhir tulisan ini). itu dilandasi oleh dua alasan. Pertama, Garatengah dan Bendanegara memberi kenangan buruk dengan ter-bunuhnya Adipati Panaekan dan Dipati Imbanagara. Kedua, Barunay dianggap lebih cocok menjadi pusat pemerintahan dan akan membawa perkembangan bagi kabupaten tersebut. Hal itu antara lain ditunjukkan oleh masa pemerintahan Adipati Jayanagara yang berlangsung selama 42 tahun. Selama waktu itu, daerah-daerah kekuasaan lain, yaitu Kawasen, Kertabumi, Utama, Kawali, dan Panjalu dihapuskan. Semua daerah itu menjadi wilayah Kabupaten Galuh. Dengan demikian, Kabupaten Galuh memiliki wilayah yang sangat luas, yaitu dari Cijolang sampai ke pantai selatan dan dari Citanduy sampai perbatasan Sukapura.
Setelah Adipati Jayanagara meninggal, kedudukannya sebagai bupati digantikan oleh Anggapraja. Akan tetapi tidak lama kemudian jabatan itu diserahkan kepada adiknya bernama Angganaya. Sementara itu, daerah Utama digabungkan dengan Bojonglopang, dikepalai oleh Wirabaya. Dipati Kertabumi yang semula memerintah Bojonglopang, dipindahkan ke Karawang dan menjadi cikal-bakal bupati Karawang.
Tahun 1645 setelah Sultan Agung meninggal, Amangkurat I putera Sultan Agung kembali melakukan reorganisasi wilayah Priangan. Wilayah itu dibagi menjadi beberapa daerah ajeg (setarap kabupaten), antara lain Sumedang, Bandung, Parakan-muncang, Sukapura, Imbanagara, Kawasen, Galuh, dan Banjar.
4. Galuh di bawah kekuasaan Kompeni (VOC/Verenigde Oost-Indische Compagnie, yaitu Perkumpulan Perseroan Belanda di Hindia Timur)
Akhir tahun 1705 Galuh sebagai bagian dari wilayah Priangan timur diserahkan oleh penguasa Mataram kepada Kompeni melalui perjanjian tanggal 5 Oktober 1705. Wilayah Priangan barat jatuh ke dalam kekuasaan Kompeni lebih dahulu, yaitu tahun 1677—Sejak tahun 1677 di wilayah Priangan memberlakukan penanaman wajib, terutama kopi dan nila (tarum) dalam sistem yang disebut Preangerstelsel). Mataram menyerahkan Priangan kepada Kompeni sebagai upah membantu mengatasi kemelut perebutan tahta Mataram—kompeni membantu Pangeran Puger dalam usaha merebut tahta Mataram dari keponakannya, yaitu Amangkurat III alias Sunan Mas). Namun demikian, Galuh dan daerah Priangan timur lainnya tetap berada dalam wilayah administratif Cirebon.
Sebelum terjadinya perjanjian 5 Oktober 1705, Kompeni sudah mengangkat Sutadinata menjadi Bupati Galuh (1693-1706) menggantikan Angganaya yang meninggal. Ia kemudian diganti oleh Kusumadinata I (1706-1727). Waktu itu Priangan berada di bawah pengawasan langsung Pangeran Aria Cirebon sebagai wakil Kompeni.
Beberapa waktu kemudian, Bupati Kawasen Sutanangga diganti oleh Patih Ciamis yang dianggap orang ningrat tertua dan terpandai di Galuh. Daerah Utama digabungkan dengan Bojonglopang.
Bupati Galuh berikutnya adalah Kusumadinata II (1727-1732). Oleh karena ia tidak memiliki putera, maka setelah ia meninggal kedudukannya digantikan oleh keponakannya bernama Mas Garuda, sekalipun keponakannya itu belum dewasa. Oleh karena itu, pemerintahan dijalankan oleh tiga orang wali, seorang di antaranya adalah ayah Mas Garuda sendiri, yaitu Raden Jayabaya Patih Imbanagara. Mas Garuda baru memegang pemerintahan sendiri mulai tahun 1751 hingga tahun 1801, dengan gelar Kusumadinata III. Ia digantikan oleh Raden Adipati Natadikusuma (1801-1806).
Pada masa peralihan kekuasaan dari Kompeni kepada Pemerintah Hindia Belanda, Kabupaten Imbanagara dihapuskan. Daerah itu digabungkan dengan Galuh dan Utama. Ketiga daerah itu diperintah oleh Bupati Galuh. Menurut sumber tradisional (Wawacan Sajarah Galuh), peristiwa itu terjadi akibat konflik antara Raden Adipati Natadikusuma dengan seorang pejabat VOC yang bersikap dan bertindak kasar. Raden Adipati Natadikusuma ditahan di Cirebon. Kedudukannya sebagai Bupati Imbanagara diganti oleh Surapraja dari Limbangan (1806-1811).
Di bawah kekuasaan Kompeni, sistem pemerintahan tradisional yang dilakukan para bupati pada dasarnya tidak diganggu. Hal itu berlangsung pula pada masa pemerintahan Hindia Belanda (1808-1942).
5. Galuh Masa Pemerintahan Hindia Belanda
Akhir Desember 1799 kekuasaan Kompeni berakhir akibat VOC bangkrut. Kekuasaan di Nusantara diambilalih oleh Pemerintah Hindia Belanda yang dimulai oleh pemerintahan Gubernur Jenderal H.W. Daendels (1808-1811). Di bawah pemerintahan Hindia Belanda, Galuh tetap berada dalam wilayah administratif Cirebon.
Pada akhir masa pemerintahan Daendels, Bupati Imbanagara Surapraja meninggal (1811). Bupati Imbanagara selanjutnya dijabat oleh Jayengpati Kertanegara, merangkap sebagai Bupati Cibatu (Ciamis). Setelah pensiun, ia digantikan oleh Tumenggung Natanagara. Penggantinya adalah Pangeran Sutajaya asal Cirebon. Oleh karena selalu berselisih paham dengan patihnya, Pangeran Sutajaya kembali ke Cirebon. Jabatan Bupati Imbanagara kembali dipegang oleh putera Galuh, yaitu Wiradikusuma, dan nama kabupaten ditetapkan menjadi Kabupaten Galuh. Tahun 1815 Bupati Wiradikusuma memindahkan ibukota kabupaten dari Imbanara ke Ciamis.
Pada masa pemerintahan Bupati Galuh berikutnya, yaitu Adipati Adikusumah (1819-1839), putera Bupati Wiradikusuma, Kawali dan Panjalu dimasukkan ke dalam wilayah Kabupaten Galuh. Bupati Adipati Adikusumah menikah dengan puteri Jayengpati (Bupati Cibatu). Dari perkawinan itu kemudian lahir seorang anak laki-laki bernama Kusumadinata. Ia kemudian menggantikan ayahnya menjadi Bupati Galuh (1839-1886) dengan gelar Tumenggung Kusumadinata. Selanjutnya ia berganti nama menjadi Raden Adipati Aria Kusumadiningrat. Ia adalah Bupati Galuh terkemuka yang dikenal dengan julukan “Kangjeng Prebu”.
Sejak tahun 1853, Bupati R.A.A. Kusumadiningrat tinggal di Keraton Sela-gangga yang dilengkapi oleh sebuah masjid dan kolam air mancur. Tahun 1872 di halaman keraton dibangun tempat pemandian yang disebut Jambansari—Pemandian itu sering digunakan oleh warga masyarakat dengan maksud “ngalap berkah” dari “Kangjeng Prebu”). Antara tahun 1859-1877, dibangun beberapa gedung di pusat kota kabupaten (Ciamis). Gedung-gedung dimaksud adalah gedung kabupaten yang cukup megah (di lokasi Gedung DRPD sekarang), Masjid Agung, Kantor Asisten Residen (gedung kabupaten sekarang), tangsi militer, penjara, kantor telepon, rumah kontrolir, dan lain-lain.
Bupati R.A.A. Kusumadiningrat sangat besar jasanya dalam memajukan ke-hidupan rakyat Kabupaten Galuh. Jasa-jasa itu antara lain membuat sejumlah irigasi, membuka sawah beribu-ribu bau, mendirikan tiga buah pabrik penggilingan kopi, membuka perkebunan kelapa, membangun jalan antara Kawali – Panjalu, mendirikan “Sakola Sunda” di Ciamis (1862) dan di Kawali (1876). Atas jasa-jasa tersebut, ia memperoleh tanda kehormatan atau atribut kebesaran dari Pemerintah Hindia Belanda berupa Songsong Kuning (payung kebesaran berwarna kuning mas) tahun 1874) dan bintang Ridder in de Orde van den Nederlandschen Leeuw (“Bintang Leo”) tahun 1878).
Jabatan Bupati Galuh selanjutnya diwariskan kepada puteranya, yaitu R.A.A. Kusumasubrata (1886-1914). Pada masa pemerintahan bupati ini, mulai tahun 1911 Ciamis dilalui oleh jalan kereta api jalur Bandung – Cilacap.via Ciawi-Malangbong-Tasikmalaya. Pada masa pemerintahan Bupati Galuh berikutnya, yaitu Bupati R.T.A. Sastrawinata (1914-1935), Kabupaten Galuh dilepaskan dari wilayah administratif Cirebon dan masuk ke dalam wilayah Keresidenan Priangan (tahun 1915). Nama Kabupaten diubah menjadi Kabupaten Ciamis. Antara tahun 1926-1942, Ciamis masuk ke dalam Afdeeling Priangan Timur bersama-sama dengan Tasikmalaya dan Garut, dengan ibukota afdeeling di kota Tasikmalaya.
6. Hari Jadi Kabupaten Ciamis
Telah dikemukakan, bahwa pada masa pemerintahan Adipati Jayanagara ibukota Kabupaten Galuh dipindahkan ke Barunay (daerah Imbanagara sekarang). Peristiwa itu terjadi tanggal 14 Mulud tahun He atau tanggal 12 Juni 1642 Masehi. Sekarang tanggal 12 Juni 1642 dipilih dan ditetapkan oleh Pemda Kabupaten Ciamis sebagai Hari Jadi Kabupaten Ciamis. Alasan atau dasar pertimbangannya adalah kepindahan ibukota kabupaten itu membawa perkembangan bagi Kabupaten Galuh. Sejak itulah Kabupaten Galuh mulai menunjukkan perkembangan yang berarti.
Tepatkah pemilihan tanggal tersebut?
Bila dikaji secara objektif dan kritis, menurut penulis, pemilihan tanggal 12 Juni 1642 sebagai Hari Jadi Kabupaten Ciamis atau Hari Jadi Kabupaten Galuh sekalipun adalah keliru atau kurang tepat. Pertama, bagi orang yang tidak memahami sejarah Galuh, pemilihan tanggal tersebut akan mengandung arti bahwa Kabupaten Galuh berdiri pada tanggal 12 Juni 1642, padahal jauh sebelum tanggal itu Kabupaten Galuh sudah berdiri. Kedua, Kabupaten Galuh berubah namanya menjadi Kabupaten Ciamis terjadi pada dekade kedua abad ke-20 (1915), setelah Galuh dilepaskan dari wilayah administratif Cirebon.
Atas dasar hal tersebut dan untuk kebenaran sejarah, seyogyanya hari jadi Kabupaten Ciamis dikaji ulang. Menurut penulis, hari jadi Kabupaten Ciamis seharusnya mengacu pada momentum awal berdirinya kabupaten itu, atau mengacu pada tanggal perubahan nama kabupaten dari Kabupaten Galuh menjadi Kabupaten Ciamis.

SUMBER ACUAN
Atja. 1968.
Tjarita Parahijangan. Bandung : jajasan Kebudajaan Nusalarang.
Atja (ed.). 1975.
Sejarah Jawa Barat dari Masa Prasejarah Hingga Masa Perkembangan Agama Islam. Bandung : Proyek Penunjang Peningkatan Kebudayaan Nasional Propinsi Jawa Barat.
Ekadjati, Edi S. 1977.
Wawacan Sajarah Galuh. Bandung : EFEO.
de Haan, F. 1910, 1911, 1912.
Priangan; De Preanger-Regentschappen onder het Nederlandsch Bestuur tot 1811. Deel I, II & III. Batavia : BGKW.
Hardjasaputra, A. Sobana. 1985.
Bupati-Bupati Priangan; Kedudukan dan Peranannya Pada Abad Ke-19. Tesis. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Kern, R.A. 1898.
Geschiedenis der Preanger-Regentschappen; Kort Overzigt. : De Vries & Fabricius.Bandung
Lubis, Nina H. et al. 2000.
Sejarah Kota-Kota Lama di Jawa Barat. : Alqaprint.Bandung
Raffles, Thomas Stamford. 1982.
History of Java. II. Kuala Lumpur : Oxford Press. University
van Rees, Otto. 1869.
di ambil dari Web Site Kang Dhipa Galuh Purba
 
sumber :  http://galoehsalaka.blogspot.com