Minggu, 15 Februari 2015

Indentitas Sunda (Yang Tergerus Zaman)

0 comments
`Saya tidak ingin rumah saya ditemboki pada semua bagian dan jendela saya ditutup. saya ingin budaya-budaya dari semua tempat berhembus diseputar rumah saya sebebas mungkin. tetapi saya menolak untuk terbawa dan terhempas` *Mahatma Gandhie*
Pernyataan diatas seakan ingin menegaskan bahwa kebudayaan asing boleh saja berbaur dan beriringan dengan kebudayaan lokal akan tetapi hal itu tidak harus merembes terhadap dasar-dasar yang telah kita junjung dari sejak zaman nenek moyang, menolaknya tanpa harus menghindarkan dan membuka untuk saling mempelajari tanpa harus menghilangkan yang ada.
Sikap yang harus diambil ketika globalisasi terjadi adalah dengan selalu memantapkan keteguhan kita terhadap kebudayaan lokal. Perlunya suatu kesadaran sikap seperti yang dikatakan oleh Mahatma Ghandie itu sangat sulit ditanamkan mungkin karena beberapa hal yang membuat itu sulit ditanamkan, salah satunya pengaruh besar yang sering kita lihat adalah dengan adanya penyerbuan-penyerbuan globalisasi yang semakin hari semakin mempunyai caranya tersendiri untuk membias dalam kelokalan dan menetap menjadi kebudayaan baru. kita yang terbiasa dengan semuanya seolah-olah telah dibius dengan hal itu dan mungkin membiarkan arus tersebut terus menerjal mengalir bersama nadi kita dan bila hal tersebut terjadi terus menerus akan berakibat fatal untuk keberlangsungan kebudayaan lokal.
Mungkin sangat sulit bila harus menghentikan globalisasi yang sudah menjadi kebutuhan kita, akan tetapi bila merajuk pada pernyataan Ghandie, sedikit kita bisa membuka mata dan menjadikan tonggakan itu untuk menerima semuanya tanpa harus terbawa arus hegemoni luar. Bila kita terbawa bersama arus tersebut maka yang lokal kita tinggalkan dan lupakan. Sebaiknya kita harus mempunyai sikap kecintaan yang besar terhadap ruang lingkup kebudayaan lokal yang ada. jangan sampai semuanya itu hilang ditelan waktu dan lenyap dikemudian hari.
Sebagai contoh imbasnya, kita lihat kebudayaan sunda yang semakin hari semakin tenggelam, meski ada beberapa komunitas yang selalu berusaha untuk selalu menjaga kelestarian tersebut, akan tetapi bila kita sangkut pautkan lagi dengan imbas globalisasi yang datang lebih besar daripada sikap pemertahanan budaya lokal akan mendatangkan bahaya besar sebagai imbasnya kita mesti dituntut untuk jadi serba modern.
Sangat disayangkan bila hal tersebut dibiarkan tanpa ada penanganan lebih lanjut baik oleh pemerintah ataupun dari perorangannya. namun penanganan untuk ancaman globalisasi masih bisa kita antisipasi, dengan lebih dalam mempelajari kebudayaan lokal itu sendiri dan dalam hal ini adalah kebudayaan sunda, dengan memperdalam kesusastraan sunda dan kesenian-kesenian sunda mungkin akan sedikit menanamkan rasa kecintaan yang benar-benar terpatri dalam hati. karena wujud kecintaanlah yang akan membawa kita selalu mempertahankan kelokalan.
Yang perlu diperhatikan
Pidato budayawan dan pengamat budaya Ajip rosidi ketika diberi anugerah doktor clausa mungkin harus bisa dijadikan panutan oleh kita, khususnya untuk orang sunda. karena secara mengejutkan dan mencengangkan sang budayawan itu dengan lantang melantunkan retorika nya dengan menggunakan bahasa sunda (Bahasa Ibu orang sunda) sebagai pengantarnya, meskipun dihadapan para pejabat, Prof, Dr dan Lembaga lain yang kita kenal. Hal itu sengaja dilakukan oleh Ajip Rosidi seolah dia melakukannya sebagai bentuk pesan terhadap semua yang hadir diacara tersebut. Pesannya sangat sederhana namun kesederhanaan itu seringkali kita abaikan, pesannya yang antara lain adalah bahwa jangan malulah memakai bahasa sunda dimanapun itu berada. Tidak hanya Ajip rosidi saja yang berkata demikian dan mempunyai gagasan tersebut, bahkan rektor Unpad juga menyadari dan berkata “Tampaknya kalau bahasa Sunda sering ditampilkan di wilayah akademik, orang bisa semakin lancar berbahasa Sunda dan kemudian kesundaan bisa mendunia.”
Beruntunglah bila banyak orang-orang yang kita temui seperti Pak Ajip Rosidi dan Rektor Unpad, dengan kehadiran mereka akan sedikit menggugah rasa kecintaan kita terhadap kebudayaan sunda, namun realitas berbicara lain tentang hal ini, bahkan sekarang ini kita kewalahan mencari budayawan/Pecinta kebudayaan yang secemerlang mereka, tapi kita selalu berharap mungkin kelak kita akan menjadi salah satu dari calon-calon pengganti mereka.
Kecemasan ini makin menjadi dengan perkembangan-perkembangan tekhnologi, pengetahuan didunia saat ini, tentu saja melalui globalisasi tadi, kita seperti kehilangan arah, kemana kita mencari dan kemana kita mengalir. Ancaman lain dari pengaruh globalisasi adalah penyerbuan bahasa globalisasi yaitu bahasa inggris yang menjadi lingua franca didunia. Bahasa itu bagian dari kebudayaan dan kebudayaan juga bagian dari bahasa. Keduanya beriringan, berkembag sesuai hakikatnya. Bila salah satu darinya mengalami perubahan maka akan berpengaruh pada hal yang lainnya pula. karena bahasa itu berjalan beriringan dengan kebudayaan dan apabila kebudayaan yang mendominasi tersebut yang datang dari luar, apakah yang akan terjadi? apakah kita harus mengikuti kebudayaan tersebut dan menjadi bagian yang mengikis kebudayaan lokal?
Oleh karena itu, ada baiknya bila kita memulai mebudidayakan kembali kecintaan kita terhadap kebudayaan sunda, salah satu contohnya tadi, senada dengan yang disampaikan Ajip rosidi dan Prof Dadang tadi. mulailah dari sunda itu sendiri, hal tersebut bisa diikuti dengan memperbanyak menulis karya sastra sunda, carpon, inohong dan sebagainya dan jangan lupa bahwa peran pemerintah juga sangat penting sekali untuk perkembangan kebudayaan sunda khususnya dan daerah lain pada umumnya. Beberapa upayapun telah dilakukan untuk memotivasi orang-orang, sebagai contoh dengan adanya rancage sedikit membantu dan memacu para sastrawan sunda untuk berkarya melalui bahasa sunda.
Kebanyakan orang berpendapat
Beberapa kacamata dari pandangan berbedapun bermunculan ketika ditanyai bagaimana keadaan kebudayaan sunda sekarang ini. setiap orang mempunyai satu jawaban yang berbeda namun mempunyai maksud yang kurang lebih sama. Dari mereka banyak yang menyebutkan bahwa kebudayaan sunda sudah tergerogoti oleh kebudayaan asing, akibat dari globalisasi, ditambah kurang minatnya orang-orang terhadap kebudayaan sunda semakin menambah ketakutan terhadap perkembangan kebudayaan sunda dimasa yang akan datang.
Arus globalisasi lagi-lagi menjadi momok menakutkan untuk setiap kebudayaan daerah yang ada diIndonesia, bila semua itu dibiarkan mengalir dan terhendus oleh hempasan kebudayaan asing, maka kita cuma tinggal menunggu waktu saja untuk mengenang kebudayaan-kebudayaan daerah. Sekali lagi lihatlah apa yang dikatakan Mahatma Ghandie
`Saya tidak ingin rumah saya ditemboki pada semua bagian dan jendela saya ditutup. saya ingin budaya-budaya dari semua tempat berhembus diseputar rumah saya sebebas mungkin. tetapi saya menolak untuk terbawa dan terhempas` *Mahatma Gandhie*
Biarlah yang asing membaur bersama kita tanpa harus menyampingkan yang ada. Biarlah yang asing berhembus bersama kita tanpa harus membuyarkan rasa cinta besar kita terhadap kebudayaan yang ada dan jangan biarkan kebudayaan lokal kita lupakan oleh karena adanya kebudayaan asing yang menghembus.
(Muhammad Zakii) sumber : zakiiaydia.com