Indonesia adalah bangsa yang kaya akan ragam budaya dan bahasa yang
berasal dari ratusan suku bangsa di seantero kepulauan nusantara.
Inilah yang menjadikan tantangan sekaligus kekuatan bagi negeri ini
untuk menjadi contoh bagi dunia dalam hal integrasi dan preservasi
kebudayaan.
Sunda adalah salahsatu yang masuk dalam 5 besar suku bangsa di
Indonesia. Sunda berpusat di Jawa Barat meskipun kini telah banyak
perantauan Sunda menyebar ke berbagai daerah di Indonesia bahkan hingga
ke luar negeri. Sunda juga memiliki kebudayaan yang sangat luhur dan
sesungguhnya beragam mulai dari berdirinya Kerajaan Pajajaran yang
bercorak Hindu, kemudian masuknya Islam, hingga adanya pengaruh
kolonialisme Belanda. Sunda yang identik dengan Jawa Barat memiliki
corak budaya yang lekat dengan nuansa alam pedesaan (baca: kampung) yang
begitu asri dan tradisional. Selain itu, bahasa Sunda yang khas telah
menjadikan budaya ini masih relatif kuat menghadapi arus modernisme yang
terjadi pada era gobalisasi saat ini.
Bahasa adalah alat pemersatu bagi suatu komunitas, suku bangsa,
bangsa, bahkan masyarakat global. Bahasa juga sangat penting untuk
mempertahankan identitas sosio-kultural yang mengalir dalam darah suatu
entitas sosial. Bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu bagi seluruh
suku bangsa yang mendiami nusantara, namun dalam konteks kedaerahan,
bahasa Sunda (basa) adalah bahasa kedua terbesar setelah bahasa Jawa.
Kini, menghadapi era globalisasi dimana kompetisi hadir di seluruh
aspek dan dimensi kehidupan, maka penggunaan bahasa pun tak luput dari
hal tersebut. Indonesia yang memang sejak zaman dahulu kala terbuka
dengan perubahan internasional telah terpengaruh oleh arus globalisasi
dimana penggunaan bahasa asing kini semakin digencarkan. Sementara itu,
disisi lain, ternyata penggunaan bahasa daerah di Indonesia semakin
tergerus karena sistem pendidikan di banyak sekolah yang kurang
mengadopsi pemeliharaan nilai-nilai kultural lokal dan tradisional dan
justru terlena oleh hal-hal yang terlalu berbau internasional tanpa
melalui filterisasi. Indonesia sesungguhnya saat ini menghadapi kondisi
‘menuju darurat kultural’ karena nilai-nilai tradisional termasuk
penggunaan bahasa daerah telah terancam hebat dan belum ada upaya
penyelamatan yang sangat komprehensif untuk hal itu. Selain itu,
pemerintah baik nasional maupun lokal seharusnya proaktif untuk menjawab
tantangan globalisasi dengan menguasai peluang yang ada yakni
mengembangkan potensi untuk internasionalisasi budaya tradisionalnya
termasuk unsur bahasa.
Internasionalisasi bahasa daerah memang tidaklah mudah namun ini
sebuah keharusan, mengapa? Karena jika kita tidak mengupayakannya maka
tidak akan ada lagi penutur bahasa daerah tersebut. Banyak fakta dari
pakar antropologi dan ahli budaya menyebutkan bahwa beberapa bahasa
tradisional di Indonesia telah punah dan sebagian besar dalam kondisi
darurat. Meskipun bahasa Sunda tidak dalam dua kondisi tersebut namun
inilah saat yang tepat untuk bahasa Sunda segera go-international.
Terlebih jika mengingat bahwa, Jawa Barat menduduki posisi no.1 sebagai
daerah dengan populasi penduduk ekspatriat terbesar di Indonesia dengan
Banten, Bekasi dan Purwakarta yang dipenuhi komunitas asal Korea dan
Jepang, kemudian Bogor yang memilki jumlah cukup banyak asal Arab, dan
sebagian lagi tersebar di berbagai penjuru Jawa Barat terutama Bandung
dan sekitarnya. Ini tentu peluang besar agar bahasa Sunda diperkenalkan
kepada mereka sehingga akan jauh lebih mempermudah kepentingan mereka
selama berada di sini dan berinteraksi dengan masyarakat lokal misalnya
dalam hal pemberian izin usaha, akuisisi lahan, perdagangan, komunikasi
sosial, dan lainnya. Hal ini tentu dipertimbangkan secara seksama dan
mendalam mengingat Jawa Barat adalah provinsi selain DKI Jakarta yang
melakukan aktvitas ekonomi terbesar dengan pihak luar negeri baik itu
investasi dan perdagangan. Pemerintah nasional beserta pemerintahan
daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) harus segera merancang paket
kebijakan mengenai internasionalisasi budaya tradisional terutama bahasa
sebagai salahsatu solusi dalam mengantarkan Indonesia menuju
pembangunan yang merata dan berkelanjutan tanpa harus menghilangkan
kekayaan budaya kita.
Pemuda adalah generasi yang sangat berperan penting dalam eksistensi
suatu bangsa. Pemuda juga yang akan menjadi ujung tombak bagi jalannya
pembangunan tidak hanya nasional namun juga di tingkat global.
Pentingnya peran pemuda dalam dinamika kehidupan kontemporer merupakan
refleksi bagi masyarakat untuk segera sadar dan mendorong para muda-mudi
berperan aktif dan berkontribusi bagi pembangunan termasuk pemeliharaan
budaya tradisional. Jika mengingat konteks Jawa Barat, populasi pemuda
Sunda sangatlah mendukung pembangunan daerah yang tetap memelihara
budaya tradisional.
Saya sendiri meskipun anak campuran suku bangsa Tionghoa, Jawa, dan
Sunda namun saya sungguh tertarik dengan budaya Sunda. Dalam kesempatan
berkali-kali berkunjung ke negara lain dalam beragam aktivitas, saya
berusaha tetap untuk membawa identitas kultural saya sebagai bagian
masyarakat Sunda dan bahkan mencoba untuk mengajarkan percakapan dasar
bahasa Sunda kepada teman dan kolega internasional saya. Pun dalam
kehidupan keseharian di rumah, saya juga banyak menggunakan bahasa Sunda
daripada bahasa Tionghoa atau bahasa Indonesia. Meskipun bahasa Sunda
memiliki 3 tingkatan penggunaan yakni kasar, halus (lemes), paling halus
(panglemesna) namun sesungguhnya relatif mudah untuk dipelajari.
Upaya-upaya untuk bahasa Sunda go-internasional sejatinya bukan hanya
tugas duta bahasa Prov. Jawa Barat atau tingkat kabupaten/kota namun
seluruh elemen masyarakat Sunda. Di era globalisasi ini, pemuda
diharapkan mengambil tanggung jawab penuh untuk menjembatani antara
budaya lokal dan dinamika global. Pelajar dan mahasiswa dapat mengambil
bagian dalam hal gerakan kesukarelawanan (volunteering movement) untuk
mengajar gratis bahasa Sunda kepada teman-teman asing mereka baik yang
berada di sekolah atau universitasnya maupun dalam dunia maya (online).
Guru dan dosen pun juga dapat melakukan yang demikian walaupun pasti
dalam tingkat yang lebih profesional. Para pelaku usaha dan aktivis
sosial-budaya pun dalam segenap interaksinya dengan pihak internasional
mereka harus berupaya mengenalkan bahasa Sunda sehingga hubungan yang
terjalin pun menjadi lebih setara dan penuh pengertian satu sama lain
akan identitas budayanya. Namun, sekali lagi, pemuda menjadi ujung
tombak karena kalangan usia inilah yang paling terbuka dengan penuh
semangat dan kreativitas untuk memanfaatkan segala peluang yang terbuka
pada zaman globalisasi ini. Anak muda Sunda harus menyadari bahwa inilah
saat yang tepat untuk terus berinovasi bagi pemeliharaan budaya Sunda
di tengah globalisasi melalui internasionalisasi bahasa Sunda.
Sesungguhnya sejak 1862, telah ada orang asing bernama Jonathan Rigg
yang menerbitkan kamus Sunda-Inggris namun itu masih hanya sebuah
literatur kamus bukan pengajaran asli yang memang berasal dari kalangan
Sunda. Ini seharusnya memacu kita untuk lebih berupaya lagi
menginternasionalisasi bahasa Sunda berdasarkan inisiatif dan
kreativitas sendiri pada era globalisasi yang serba mudah dan instan.
Semoga kebudayaan Sunda termasuk bahasa Sunda dapat jauh lebih lagi
dikenal oleh masyarakat dari berbagai bangsa dan terus hidup sebagai
identitas sosio-kultural yang bernilai luhur.
sumber : sobatbudaya.or.id