Di banyak tempat, juga di kaus sering ditemukan tulisan berisi
idiom-idiom fanatik tentang kesundaan. “Sunda nu Aing” atau “Aing urang
Sunda” merupakan contoh fenomena itu. Begitu juga di internet. Anak muda
Sunda tidak hanya berani berkomunikasi menggunakan bahasa Sunda, tetapi
juga bangga menunjukkan identitas kesundaannya. Lalu secara politis,
Pemerintah Kota Bandung Menetapkan penggunaan bahasa Sunda setiap Rabu
pada semua acara resmi.
KENYATAAN seperti itu, menjadi potret anak muda Sunda saat ini.
Komunitas-komunitas yang mengusung nama Sunda pun banyak bermunculan.
Menurut catatan Dadan Sutisna, sejak tahun 1950 sampai sekarang
sedikitnya ada 1.000 organisasi yan membawa nama Sunda.
Dadan Sutisna dikenal sebagai Ketua Paguyuban Panglawungan Sastra
Sunda (PPSS). Ia juga penemu software penulisan aksara Sunda di
internet. Hasil temuannya itu telah dibukukan.
Kini, Dadan sedang membuat semacam toefl bahasa Sunda di internet.
Bila pengunjung mauk ke laman ini, ia dapat memililh materi ajar bahasa
Sunda, mengevaluasinya, dan memperoleh nilai dari toefl yang telah
diikutinya itu. Cara ini merupaan bentuk pembelajaran paperless dengan
sasaran tak terbatas ruang dan waktu.
Untuk menjaga komunikasi dengan masyarakat, Dadan juga sedang
menyiapkan laman baru semacam kamus bahasa Sunda di dunia maya.
Nantinya, kamus ini menjadi tempat tanya jawab tentang bahasa Sunda di
website. Ide ini muncul karena masih banyak orang tua yang ingin
bertanya tentang bahasa Sunda untuk anaknya tetapi bingung harus kepada
siapa.
Fenomena anak muda dan bahasa Sunda di internet memang luar biasa.
Seorang Dadan sedang mencoba memenuhi kebutuhan baru urang Sunda pada
era kesejagatan seperti sekarang.
Selain Dadan, banyak jua laman yang berisi tentang kesundaan dan menggunakan bahasa Sunda. Beberapa di antaranya, http://www.sundanet.com, http://www.daluang.com, http://www.salaka.net, http://www.radiobarayasunda.com, dan masih banyak lagi. Meskipun beberapa sudah mulai kurang diupdate.
Banyak pula laman baru dengan tampilan lebih elegan, conthnya
sundanese corner milik Hawe Setiawan. Laman ini dibuka pada 2010. Berisi
tentang kesundaan dan ditulis menggunakan bahasa Inggris. Tujuannya
sebagai promosi budaya Sunda untuk jagat yang lebih luas. Para
pengunjungnya lebih banyak orang asing, tua, muda, dosen, ataupun
mahasiswa. Umumnya menurut Hawe Setiawan, mereka ingin mengetahui
informasi dan paparan tentang bahasa dan warisan Sunda. “Ini menarik,
karena semakin lama pengunjungnya semakin banyak,” demikian Hawe
Setiawan.
Yang paling fenomenal adalah munculnya grup fiksimini atau “Pikmin”.
“Pikmin” adalah grup di jejaring sosial yang beranggotakan orang-orang
penulis fiksi mini. Sejak aktif pada September 2011 sampai sekarang,
jumlah anggotanya mencapai 2.876 orangdengan jumlah anggota baru
sebanyak 172 orang.
Awlanya menurut Dadan Sutisna yang juga salah satu operator grup ini,
semua naskah yang masuk diterbitkan begitu saja. Namun setelah penyair
dan penulis senior seperti Godi Suwarna dan Tatang Sumarsono terlibat
dan memeberikan komentar intensif terhadap setiap karya yang masuk,
karya-karya yang diterbitkan pun akhirnya semakin selektif. Bahasa yang
digunakan para penulis dan kaidah-kaidah penulisan pun semakin baik.
Komunitas ini, kini sering mengadakan pertemuan rutin di Gedung YPK
setiap Sabtu siang. Karya-karya mereka sudah dibukukan dan menyusul akan
diterbitkan pula buku baru. Fenomena “Pikmin” telah menumbuhkan gairah
kepenulisan karya sastra yang luar biasa. “PR Online” pun memberi ruang
untuk tampil di http://www.pikiran-rakyat.com lewat “Fikmin Basa Sunda”.
Untuk menghargai dan menjaga keberlangsungan semangat anak muda ini,
Rektor Unpad Ir. Ganjar Kurnia, DSA yang mempunyai perhatian terhadap
bahasa, sastra, seni, dan budaya Sunda sengaja memilih karya fiksimini
terbaik dan memberikan hadiah. Hal ini tentu saja mendorong
bermunculannya anggota baru, termasuk remaja setingkat SMA dan SMP.
Perkembangan paling mengejutkan dari grup “Pikmin” yang anggotanya
disebut “Pikminers” ini, muncul gejala baru dalam kebahasaan. Urang
Sunda tidak malu-malu lagi melafalkan huruf “f” dengan huruf “p”. Fikmin
dikatakan Pikmin, bahkan kata “meriung” yang sebetulnya pelesetan dari
kata “ngariung” dalam bahasa Sunda, konon sudah diserap ke dalam bahasa
Indonesia dengan arti berkumpul bersama. Hal ini menambah khazanah baru
perkembangan kosa kata bahasa Sunda.
Namun apakah fenomena ini akan bertahan lama atau sekedar tren? Hawe
Setiawan menilai, hal ini akan bertahan karena para penutur bahasa Sunda
akan terus menyesuaikan diri dengan perkembangan media komunikasi dan
kultur masyarakat di sekitarnya.
Komunitas dan peneliti
Anak muda dan bahasa Sunda tidak hanya menguat di dunia maya, di dunia nyata pun demikian. Terbukti dengan menjamurnya komunitas-komunitas yang mengusung nama Kesundaan. Misalnya Komunitas Karinding atau Komuntas Toleat, keduanya merupakan komuntias yang peduli terhadap kesenian Sunda karnding dan toleat.
Anak muda dan bahasa Sunda tidak hanya menguat di dunia maya, di dunia nyata pun demikian. Terbukti dengan menjamurnya komunitas-komunitas yang mengusung nama Kesundaan. Misalnya Komunitas Karinding atau Komuntas Toleat, keduanya merupakan komuntias yang peduli terhadap kesenian Sunda karnding dan toleat.
Di bidang bahasa dan sastra, muncul Sinta Ridwan, lulusan Magister
Filologi Unpad yang membuka kelas gratis penulisan aksara Sunda di
Gedung Indonesia Menggugat (GIM). Sejak 2009 sampai sekarang pesertanya
sudah mencapai 500 orang dengan jumlah peserta yang hadir sebanyak 30
orang.
Rencananya tahun ini Sinta Ridwan akan membuat buku cerita anak Jawa
Barat dalam aksara Sunda, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Tujuannya
tiada lain agar urang Sunda mengenal dan mau belajar aksara Sunda kuna.
Munculnya fenomena komuntias ini menurut Dadan Sutisna, selalu
berawal dari dunia maya. Perangkat teknologi seperti smartphone telah
mendekatkan mereka satu sama lain sehingga terjadi hubungan yang intens.
Atau komunitas-komunitas yang sebelumnya ada tidak atau belum menyentuh
kebutuhan mereka sehingga mereka membentuk komunitas baru. Namun, lebih
dari itu hal ini menjadi bukti bahwa antusiasme anak muda terhadap
kesundaan sangat tinggi.
Antusiasme seperti ini, ternyata terjadi pula di dunia penelitian
yang lebih serius. Menurut Sekertaris Pusat Studi Sunda (PSS) yang juga
menjabat sebagai Ketua Prodi Pendidikan Bahasa dan Budaya Sunda Sekolah
Pasca Sarjana UPI, Dr. Ruhaliah, M.Hum, banyak anak muda setingkat
sarjana bahkan calon sarjana yang masih berusia 22 tahun meneliti naskah
Sunda kuno. Salah satunya adalah Ilham Nurwansah.
Sarjana baru lulusan FPBS UPI ini, meneliti naskah kuno berjudul
“Sanghyang Siksa Kandang Karesian” versi koropak No. 624, koleksi naskah
Perpustakaan Nasional RI di Jakarta. Naskah ini ditulis dalam aksara
Sunda kuna dan sebelum membacanya harus ditransliterasikan terlebih
dahulu. Namun karena rasa ingin tahu Ilham sangat tinggi, ia berhasil
menguak isi naskah tersebut.
“Awalnya penasaran, apa sebenarnya isi naskah tersebut. Apa pula yang
membedakan keduanya,” ujar Ilham. Isi naskah yang diteliti itu ternyata
semacam ensiklopedia tentang nama-nama ahlli dan tempat belajar bahasa
yang sekarang pun diyakini sebagai tempat-tempat potensial untuk
mempelajari bahasa.
Ruhaliah menilai, semangat anak muda seperti ini akan menjadi aset
Sunda masa depan. Jika, para filolog (peneliti/ahli naskah kuna) mau
melibatkan dan mengarahkan mereka dalam penelitian-penelitian. Selama
ini, filologi sebagai ilmu pernaskahan kuna, hanya dipandang sebagai
pekerjaan orang tua. Tetapi ternyata, banyak anak muda seperti Ilham
yang justru haus denan hal-hal masa lalu Kesundaan.
Untuk menjawab kebutuhan itu, ke depan, PSS sedang membangun
perpustakaan berlantai tiga dengan sistem pengelolaan modern dan
profesional. PSS juga akan terus membuat mikrofilm, mentransliterasi,
dan membukukan naskah-naskah Sunda Kuna sebagai pelestarian aset budaya
Sunda kuna.
Tiga buku hasl dari mikrofilm dan transliterasi yang sudah
diterbitkan PSS adalah “Tututr Buwana dan Empat mantra” (2010), “Serat
Swawar Cinta” (2011), dan “Sanghyang Tatwa Ajnyana” (2011). Ketiga buku
ini akan diluncurkan bersamaan dengan soft opening perpustakaan PSS
yang baru selesai dibangun satu.
Sedangkan untuk merangkul anak muda yang memiliki gairah tinggi, PSS
akan menyelenggarakan diskusi rutin dengan narasumber senior dan yunior.
Hal ini menurut Ruhaliah untuk mendekatkan filolog senior dengan para
peneliti muda. Yang tentu saja sejalan dengan keinginan Ilham, “Beri
kami kesempatan. Libatkan kami dalam penelitian, walupun mungkin awalnya
hanya membantu,” demikian Ilham.
Sebuah tantangan baru bagi urang Sunda, adanya keterbukaan dan keberterimaan generasi tua terhadap generasi muda. Sok ah prung!
(Eriyanti/”PR”)***sumber : ilhamnurwansah.wordpress.com
(Eriyanti/”PR”)***sumber : ilhamnurwansah.wordpress.com