Beberapa tahun silam kita diingatkan
pada maraknya berita tentang berbagai kasus pekerja imigran gelap dan
peredaran produk/barang ilegal yang merajai pasaran di Indonesia, yang
cukup menyetil pemikiran kita, setidaknya perlu kami ingatkan kembali
bahwa ada 2 kasus dalam pemberitaan media, yang penting kita renungi
kembali yaitu :
Pada tahun 2011 sebanyak 60 warga negara
asing (WNA) asal China yang bekerja secara ilegal di Proyek Pembangunan
PLTU Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi meskipun akhirnya dideportasi ke
negara asalnya. Berita ini cukup menggemparkan masyarakat sukabumi saat
itu, terlebih pekerja asing yang bekerja pada proyek tersebut ternyata
di dominasi pekerja kasar seperti tukang angkut, gali dan pekerjaan
kasar lainnya yang sebenarnya bisa dilakukan oleh masyarakat setempat di
sekita proyek Pembangunan PLTU.
Pada kejadian lain terkait beredarnya
produk impor, Bayu krisnamurti Wakil Menteri Perdagangan pada saat
kunjungan di Manado beliau sampaikan bahwa sejak Januari hingga Juni
2012 terdapat 404 kasus pelanggaran barang beredar di pasaran yang tidak
sesuai ketentuan (bermasalah ) dan dari barang yang beredar ini
ditemukan 66,25 persennya atau 267 adalah kasus barang impor.
Dua Kasus diatas tentunya bukan hanya
kejadian yang hanya terjadi di Sukabumi dan Manado, kejadian itu
merupakan contoh kasus saja yang juga terjadi di wilayah negara kita,
ini sebagai dampak semakin terbukanya arus informasi dan pasar bebas
yang sudah memasuki wilayah nusantara, terutama setelah ditandataganinya
ratifikasi persetujuan pembentukan WTO melalui UU NO. 7/1994. Seperti
kita ketahui WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dimana
sistem perdagangannya sendiri telah ada dan di sepakati sejak tahun
1948 melalui General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) - Persetujuan
Umum mengenai Tarif dan Perdagangan, sistem ini tentunya berdampak pada
penurunan tarif pajak atas bea masuk, sehingga peredaran barang di
wilayah Belahan Dunia ini tidak akan ter-elakan lagi masuknya berbagai
produk luar dan yang masuk ke wilayah negara kita.
Di Wilayah ASEAN diawali dengan
disepakati terbentuknya ASEAN Free Trade Area (AFTA) sebagai kesepakatan
dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas
perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan
regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia
serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.
Kesepakatan yang di bangun di negara-negara ASEAN diantaranya berupa
penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kuantitatif
dan hambatan-hambatan non tarif lainnya, selanjutnya AFTA menyepakati
menghapus semua bea masuk impor barang yang akan berlaku tahun 2015
sehingga tahun ini merupakan awal kebangkitan ASEAN sekaligus ujian bagi
negera-negara di ASEAN untuk menunjukan eksistensi dalam membangun
kompetisi di tingkat ASEAN sebelum memasuki era perdagangan bebas lebih
lanjut, sebagai konsekwensi perdagangan Bebas dunia yang telah di
ratifikasi oleh negara-negara ASEAN untuk memasuki era perdagangan bebas
dunia –dimana indonesia sebagai salah satu pendiri WTO ( World Trade
organzation ).
Era Perdagangan global yang ada saat ini
membuka peluang untuk terbukanya pasar bebas lintas antar negara.
Masing-masing negara memiliki peluang besar untuk saling mengisi
kebutuhan di dalam negeri, baik dari segi infrastruktur maupun
suprastruktur. Globalisasi yang diserta dengan gelombang arus kemajuan
teknologi, serta Perkembangan teknologi informasi dan transportasi kian
meningkat sehingga membuat batas-batas antar negara semakin semu. Jalur
lalu lintas pun semakin mudah untuk diakses.
Semakin terbuka lebarnya jalan lalu
lintas antar negara pada era ini menciptakan meningkatnya mobilitas
barang dan manusia antar satu negara ke negara lain. Dalam memenuhi
kebutuhannya, secara tidak langsung negara membuka lebar pintu masuk dan
akses ke dalam ruang lingkup batasan negara. Secara individual maupun
kelompok dengan mudah melakukan perjalanan dari satu negara ke negara
lain dengan berbagai kepentingan. Dengan fenomena ini, berbagai usaha
dilakukan untuk tetap menjaga keamanan dan stabilitas negara, seperti
menetapkan peraturan-peraturan tentang keimigrasian, walau masih banyak
terdapat lubang-lubang hitam yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak
tertentu untuk secara ilegal dimanfaatkan demi kepentingan pribadi.
Era globalisasi kemudian memunculkan
potensi untuk terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Akses yang mudah dan
peraturan yang lunak dapat dipermainkan sehingga menimbulkan suatu
praktek kejahatan lintas negara. Kejahatan lintas negara ini sejatinya
sudah ada sejak dahulu, tetapi sesuai perkembangan jaman, pelbagai
inovasi dan kreatifitas telah dilakukan oleh para pelanggar sehingga
kejahatan lintas negara pun tidak di elakan lagi muncul dalam
bentuk-bentuk yang teroganisir dengan melibatkan banyak pihak, baik dari
dalam maupun luar negeri.
Kejahatan lintas negara, atau yang
dikenal dengan istilah kejahatan transnasional menimbulkan banyak
kerugian bagi suatu negara, bahkan bagi daerah-daerah tertentu di dalam
negara tersebut. Pelbagai penyimpangan yang dapat dilakukan, seperti
pengeksploitasian sumber daya (sumber daya alam dan sumber daya manusia)
yang berlebihan sehingga bedampak kepada prilaku sosial yang ada dunia,
dengan munculnya atau menguatnya masalah-masalah, seperti kemiskinan,
konflik, dan kerugian lainnya yang bersifat materi. Bencana alam pun
menjadi salah satu masalah yang kemudian dipertanyakan sebab-musabab
munculnya terkait dengan praktek kejahatan antar bangsa yang
mengakibatkan adanya kerusakan lingkungan. Dengan demikian, kejahatan
transnasional “berhasil” menjadi masalah bersama, masalah di
negara-negara dunia, menjadi masalah nasional dan internasional.
Indonesia sebagai salah satu negara
diperlintasan benua besar di dunia tentunya memiliki potensi yang kuat
untuk terjadinya praktek kejahatan transnasional. Kejahatan
transnasional bukan hanya didorong oleh faktor perdagangan bebas. Tidak
saja Kejahatan transnasional, Indonesia tentunya secara konsekwensi
pasar di hadapkan pada persaingan global.
Tantangan terdekat Indonesia memasuki
era AFTA yang melahirkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015
tentunya harus di sikapi dengan upaya meningkatkan daya saing pelaku
usaha dan sumber daya manusia.
Presiden Susilo Bambang Yudoyono telah
menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2014, dalam dalam upaya
untuk meningkatkan daya saing nasional dan kesiapan menghadapi
pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dimulai akhir 2015,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 1 September 2014
selanjutnya telah menandatangani Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2014
tentang Peningkatan Daya Saing Dalam Rangka Menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN.
Dikutip dari laman setkab.go.id, Minggu
(14/9), melalui Inpres No 6 tahun 2014, SBY meminta kepada para Menteri
Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, Sekretaris Kabinet, Jaksa Agung,
Kapolri, para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), para
Gubernur, dan para Bupati/Walikota di seluruh Indonesia, untuk mengambil
langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi, dan
kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan terintegrasi untuk
melakukan peningkatan daya saing nasional dan melakukan persiapan
pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan dimulai pada Tahun 2015.
Pelaksanaan peningkatan daya saing
nasional dan persiapan pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN sebagaimana
dimaksud berpedoman pada strategi di antaranya:
1. Pengembangan Industri Nasional yang
berfokus pada: a.Pengembangan Industri Prioritas Dalam Rangka Memenuhi
Pasar ASEAN; b.Pengembangan Industri Dalam Rangka Mengamankan Pasar
Dalam Negeri; c.Pengambangan industri kecil menengah; d. Pengembangan
SDM dan Penelitian; dan e. Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI).
2. Pengembangan Pertanian, dengan fokus pada Peningkatan Investasi Langsung di Sektor Pertanian, dan Peningkatan akses pasar.
3. Pengembangan Kelautan dan Perikanan,
dengan fokus pada: a. Penguatan Kelembagaan dan Posisi Kelautan dan
Perikanan; b.Penguatan daya saing kelautan dan perikanan; c. Penguatan
pasar dalam negeri; dan d. Penguatan dan peningkatan Pasar Ekspor.
4. Pengembangan energi, yang fokus pada:
a. Pengembangan sub sektor ketenagalistrikan dan pengurangan penggunaan
energi fosil (Bahan Bakar Minyak); b.sub sektor energi baru, terbarukan
dan konservasi energi; dan c. Peningkatan pasokan energi dan listrik
agar dapat bersaing dengan negara yang memiliki infrastruktur lebih
baik.
Selain itu masih ada 10 sektor
pengembangan lainnya, yang meliputi pengembangan infrastruktur;
pengembangan sistem logistik nasional; pengembangan perbankan;
investasi; usaha mikro, kecil, dan menengah; tenaga kerja; kesehatan;
perdagangan; kepariwisataan; dan kewirausahaan.
Terkait Inpres ini, Presiden memberikan
keleluasaan bagi Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian untuk
melakukan koordinasi dengan Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan sepanjang terdapat program yang
berkaitan dengan kewenangan Bank Indonesia dan/atau Otoritas Jasa
Keuangan.
Melalui Inpres ini, Menko bidang
Perekonomian diminta untuk mengoordinasikan pelaksanaan strategi
sebagaimana di atas, dan melaporkannya secara berkala kepada Presiden.
Dalam pelaksanaan tugasnya itu, Presiden
meminta Menko Perekonomian untuk berkoordinasi dengan Komite Nasional
Persiapan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN sebagaimana telah
ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2014.
HAMBATAN DESA DI ERA PERDAGANGAN BEBAS
Desa sebagai wilayah kesatuan hukum yang
berkedudukan di wilayah NKRI tentunya tidak lepas dari obyek persaingan
pasar bebas, bukan saja terhadap kualitas produk/barang yang di
hasilkan desa, tetapi sumber daya manusia sebagai pengelola sumber daya
alam, budaya dan modal sosial lainnya tentunya akan di hadapkan pada
persaingan ekonomi.
Pengembangan modal sosial di desa
merupakan salah satu alternatif dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari di
desa, sehingga secara tidak langsung daya saing pengelolaan modal
sosial dan potensi sumber daya sangat menentukan kesejahteraan mayarakat
desa.
Desa yang memiliki sumber daya yang luar
biasa tidak akan menciptakan kesejahteraan di era persaingan bebas jika
tidak mampu bersaing jika tidak di bangun upaya kreatif dalam
pengembangkan modal sosial yang ada. Terbentuknya “socio-economic
creative rural society or rural community” bila dikembangkan dengan
meningkatkan daya saing akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan
perkembangan wilayah pedesaan lebih berkembang dan tetap bertahan eksis
dalam persaingan pasar bebas.
Manajemen sumberdaya desa menjadi
diskursus menarik untuk di kaji lebih lanjut, terlebih Desa dengan
semangat UU No 6 tahun 2014 tentang desa dengan azaz revolusioner desa
yaitu azaz Subsidiaritas dan Rekognisi . Azaz Rekognisi sebagai bentuk
pengakuan negara terhadap hak asal usul desa, sedang azaz subsidiaritas,
memberikan kewenangan penetapan berskala lokal dan pengambilan
keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa, sehingga Desa
memiliki hak untuk mengelola dan mengatur atas sumber daya untuk
kepentingan ksejahteraan masyarakat desa, sehingga kedua azaz tersebut
seyogyanya mendorong desa bisa meningkatkan tata kelola sumber daya
untuk memiliki daya saing.
Desa ke depan di hadapkan pada tantangan
bukan saja memasuki persaingan pasar bebas dan terbentuknya Masyarakat
ekonomi Asean (MEA) Tahun 2015, tetapi untuk menciptkan daya saing desa
masih di hadapkan pada resistensi pemahaman terhadap UU Desa yang belum
sepenuhnya di pahami desa dan supra desa yang di akibatkan proses
pembelajaran desa yang keliru selama ini dalam proses pelaksanaan
program-program yang cenderung mengimposisi peran desa (pemerintah desa
dan masyarakat desa).
Menurut Sutoro Eko, Otonomi daerah
cenderung jamak menyediakan karpet merah bagi kelompok usaha untuk
mengelola sumber daya alam daerah. Tidaklah mengherankan bahwa di era
otonomi daerah lengket dengan paradigma market driven development dan
desa masih terpinggirkan
Selanjutnya Sutoro eko sebutkan Performa
pelaksanaan proyek proyek tersebut justru mengimposisi peran pemegang
otoritas desa dan partisipasi masyarakat. Di luar dugaan program program
tersebut menyebabkan modal sosial masyarakat tidak terbangun baik. Uang
berubah menjadi motivator utama bergairahnya partisipasi (money driven
development). Partisipasi yang tinggi dalam penyelenggaraan program
program tersebut bukan berarti mampu melahirkan program/kegiatan yang
responsif terhadap kebutuhan masyarakat,melainkan karena dimobolisasi
oleh petunjuk teknis proyek.
Pengalaman desa-desa dalam tata kelola
program-program sebelumya yang bersumber dari berbagai program-program
leading sektor pemerintah dengan berbagai ragam kebijakan program, ragam
muatan pesan donor, serta bias implementasi program, semakin
menyudutkan desa pada ketidak berdayaan, karena desa tidak di posisikan
dalam pengelolaan dan pengaturan, sebagai wujud entitas desa, hal
tersebut di perparah dengan prilaku supra desa senantiasa mendudukan
desa sebagai sumber perasan data, ekploitasi sumber daya, dll.
Pengalaman buruk sebagai bentuk
resistensi yang menghambat pengembangan modal sosial desa serta sistem
regulasi diotonomi daerah yang tidak pro-desa dan pemberdayaan
masyarakat desa, sehingga bentuk keberdayaan desa bukan sekedar
mobilisasi yang gairah partisipasi yang di dorong dengan ketergantungan
bantuan keuangan, Dana Desa harus menjadi bagian modal sosial yang di
kembangkan dengan kewenangan mengatur dan mengelola, sehingga pengakuan
pemerintah desa dan kelembagaan desa bisa berfungsi dan memiliki
kewibawaan di hadapan masyarakat desa
SERTIFIKASI POTENSI SUMBER DAYA DESA
Salah satu bentuk manajemen sumber daya
yang perlu di kembangankan adalah dilakukannya inventarisasi sumber daya
melalui sertifikasi sumber daya desa. Sertifikasi sumber daya adalah
upaya pengakuan terhadap sumber daya yang ada di desa untuk di
pertahankan sebagai bentuk kearifan lokal yang siap berdaya saing dengan
pasar bebas, sebagai contoh:
Bagaimana pendataan terhadap buah-buahan
lokal produk pertanian, perkebunan, hasil hutan, dll sebagai produk
unggulan yang kompetitif yang mampu bersaing di pasaran bebas,
Bagaimana melakukan inventarisasi
keahlian tenaga sumber daya manusia berketerampilan lokal (tukang
pacul/gali, tukang ani-ani, pemetik kelapa, penyadap nira,dll)
Bagaimana melakukan pendataan terhadap
sumber daya alam untuk melindungi dan mempertahankan kesimbangan sistem
sosial masyarakat desa dan antar desa
Bagamana melakukan pendataan potensi
sosial, seni, budaya, dll sebagai bagian membangun rekayasa sosial untuk
kepentingan kesejahteraan desa dan antar desa maupun kawasan di era
persaingan global dan diperluasnya otonomi desa dan dengan kewenangan
skala lokal desa berkonsekwensi arus perdaganan bebas masuk ke tingkat
desa dengan masuknya iklim investasi yang mengakibatkan munculnya
industrialisasi perdesaan sebagai bentuk optimalisasi pengelolaan sumber
daya desa. Industri dimaksud adalah munculnya usaha-usaha pertanian,
perikanan, perkebunan, perikanan, pariwisata,dll yang berbais potensi
sumber daya desa dengan skala industri, yang akan berdampak pada serapan
tenaga kerja terampil lokal yang harus bersaing, sehingga kasus imigran
gelap pekerja kasar seperti kasus proyek PLTU di kabupaten Sukabumi
tidak terulang.
Pembangunan investasi usaha dan ekonomi
akan berdampak pada tumbuhnya proyek-proyek pembangunan infrastruktur
sarana/prasarana pendukung invenstasi dengan skala proyek dan masive,
yang harus menempatkan masyarakat desa sebagai pelaku proyek. Tidak
terjadi kembali penguasaan dan pengalihan atas ekploitasi sumber daya
desa yang tidak memberikan daya ungkit kesejahteraan desa.
Sertifikasi sumber daya tentunya menjadi
bagian strategis bagi desa untuk bersiap dalam era persaingan bebas ini
agar desa tidak terlindas dalm pergulatan pasar. Sertifikasi merupakan
langkah pemetaan pasukan sebelum mendapatkan agresi pasar yang tidak
bisa kita bendung.
DESA HUA XI CONTOH KEBERHASILAN
Sebuah gambaran bagaimana Desa mampu
membangun kesejahteraan rakyat, dapat kita pelajari dari best practice
tata kelola desa Hua xi yang terletak di propinsi Jiang Shu China,
melalui kepemimpinan kepala desa Wu Renbao akhirnya sekarang menjadi
satu desa termaju di dunia, Desa berinisiatif melancarkan usaha sendiri
sesuai dengan kondisi masing-masing dan kebutuhan pasar. Jadi, setelah
didesa-desa diperkenankan menggunakan tanahnya untuk berproduksi yang
dikehendaki sesusai kebutuhan pasar.
Desa Hua Xi setelah berhasil
meningkatkan produksi pertanian dengan mekanisasi, mereka benar-benar
mengembangkan usaha industry di-desanya, membangun pabrik baja dan
pipa-baja. Usaha menjadi lebih besar setelah Wu Renbao menggabungkan
beberapa desa disekitarnya, menambah jumlah tenaga kerja yang diperlukan
untuk industry. Sehingga hasil produksi baja setahunnya mencapai 2,2
juta ton, sedang pipa-pipa berbagai jenis untuk sepeda, sepeda-motor dan
perabot rumah-tangga, hampir 300 ribu ton/tahun. Dari hasil produksi
desa Hua Xi sudah ada yang eksport ke AS, Canada, Eropa, Australia dan
beberapa Negara Asia-tenggara.
Untuk pengembangan Usaha dan
mensejahterakan kawasan antar desa, maka Desa Hua Xi memperluas wilayah
dengan menggabungkan 16 desa disekitar menjadi satu pengurusan Desa Hua
Xi untuk maju bersama. Dermikianlah sekarang ini desa Hua Xi menjadi
besar dan lebih makmur lagi dengan bertambahnya tenaga kerja. Lengkap
dengan produksi bahan pangan, buah-buahan, pohon, peternakan dan
perikanan, dll.
Inilah bentuk contoh nyata bahwa desa
mampu berdaya saingan denga mengembangkan kekuatan potensi desa dan
antar desa, dengan kekuatan visi seorang pemimpin dari sebuah wilayah
yang berdaulat serta didukung komitmen masyarakat desa untuk maju
bersama.
Undang-undang No. 6 Tahun 2014
menegaskan kembali bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa.
BUMDes adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan
usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
Dengan demikian BUMDes adalah Lembaga Usaha Desa yang dikelolah oleh
Masyarakat dan Pemerintah Desa dalam upaya memperkuat perekonomi desa
dan di bentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa.
BUMDes juga adalah pilar kegiatan
ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social
institution) dan komersial (commercial institution)Secara khusus
Ketentuan tentang Badan Usaha Milik Desa dalam Undang-undang Nomor 6
Tahun 2014 diatur dalam Bab X, dengan 4 buah pasal, yaitu Pasal 87
sampai dengan Pasal 90. Dalam Bab X UU Desa ini disebutkan bahwa Desa
dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUMDes yang
dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Usaha yang
dapat dijalankan BUMDes yaitu usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan
umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendirian
BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa dan ditetapkan dengan
Peraturan Desa.
Apa yang di lakukan Wu Renbao yang
membawa pesatnya kemaksuran ekonomi desa Hua Xi adalah dengan
mengembangkan BUMdes dengan produksi yang sesuai dengan kebutuhan pasar,
sehingga pengelolaan sumber daya betul-betul di kelola agar juga
memiliki daya saing pasar.
Akankah Desa-Desa di Indonesia
melahirkan desa-desa seperti Hua xi bahkan mengungguli Hua Xi, Bagaimana
Desa mampu mengelola Dana Desa dengan rerata 1.4 Milyar di jadikan
sebagai Modal membangun kesejahteraan, mampukah desa memproduksi
produk-produk berdaya saing atau menjadi pengguna produk luar, akan kah
sumber daya manusia di desa kita menjadi pelaku utama pembangunan di
desa atau kah teralihkan oleh tenaga kerja asing, akan kah sumber daya
potensi alam dan budaya kita di kelola olah orang desa ataukah di
intervensi oleh kekuatan modal asing. Tentu ini menjadi Pekerjaan Rumah
yang panjang bagi para penggiat desa di Indonesia.
Sertifikasi Sumber daya Lokal dan
bernilai Ke-arifan Lokal seharusnya menjadikan entitas daya saing
menghadapi persaingan pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015,
sebelum memasuki persaingan global dunia AFTA dan NAFTA, sebagai
konsekswensi ratiifikasi WTO yang sudah di tanda-tangani pemerintah
Indonesia.
Go..Sertifikasi dan peningkatan daya saing…
Oleh : Ir. Sutardjo
sumber : http://www.ciamiskab.go.id
Sumber Tulisan :
Sutoro Eko, Februari 2014 Desa membangun Indonesia Cetakan pertama Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD)
Laman setkab.go.id, Minggu (14/9) Presiden Bentuk Komite Persiapan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN
Laman Media Indonesia April 24 2012 Desa Hua Xi , Desa Terkaya Didunia
Inilah.Com tanggal 6 oktober 2011, 60 Pekerja Ilegal Asal China Dideportasi
Merdeka.com Rabu, 18 Juli 2012 Produk impor ilegal kuasai pasar