Oleh : Denna Reliadi
Judul
di atas merupakan pertanyaan yang menantang kita untuk menjawabnya.
Apakah benar globalisasi telah menggerus nilai-nilai kebudayaan Sunda
yang luhur?
Orang
Sunda adalah kelompok etnis terbesar kedua di Indonesia. Jika
ditelusuri, terdapat sejarah kerajaan Tarumanegara yang menjadi
asal-usul nenek moyang orang Sunda. Asal-usul inilah yang kemudian
menciptakan sebagian besar budaya Sunda yang terbawa hingga sekarang.
Keberhasilan sejarah di masa lalu yang diciptakan pada masa kerajaan
tersebut berdampak pada kentalnya budaya masa lampau dan mempengaruhi
nilai-nilai yang dianut masyarakat Sunda hingga kini.
Namun,
pada masa modernisasi saat ini tampaknya budaya Sunda semakin bergeser
eksistensinya. Hal ini dapat disebabkan oleh gempuran budaya asing ke
dalam nilai-nilai budaya Sunda sehingga terjadi pergeseran nilai-nilai
luhur yang ada di dalam budaya Sunda itu sendiri. Contoh yang paling
dekat dalam kehidupan sehari-hari adalah penggunaan bahasa Sunda,
terutama oleh generasi muda yang semakin ditinggalkan. Penggunaaan
bahasa Sunda semakin jarang digunakan akhir-akhir ini. Malah generasi
muda menganggap penggunaan bahasa Sunda ketinggalan jaman dan “gak
gaul”.
Bahkan
mahasiswa yang mengambil jurusan Sastra Sunda saja merasa minder dan
tidak percaya diri dengan jurusan yang diambilnya. Padahal seharusnya
dia bangga sehingga dia dapat meneruskan pakar-pakar budaya Sunda yang
semakin ke sini semakin berkurang akibat tidak adanya regenerasi.
Hal
ini sangat memprihatinkan bahwa anak muda jaman sekarang lebih hedonis
dan hanya memikirkan kepentingan-kepentingan individualis yang dapat
menguntungkan dirinya. Idealisme untuk memajukan kebudayaan bangsa
sendiri semakin tergerus oleh kenyataan yang ada bahwa untuk bisa
bertahan hidup, kita harus realistis, sehingga idealisme itu semakin
mengendur. Ditambah lagi dengan adanya sikap senioritas para generasi
sebelumnya yang menganggap generasi muda sekarang “terlalu kreatif” dan
bertentangan dengan pemahaman yang dianut oleh generasi sebelumnya. Penolakan-penolakan
ide kreatif tersebut pada akhirnya membuat generasi muda malas dan
apatis terhadap budayanya sendiri. Hal ini tentunya merugikan sekali
karena perkembangan budaya jadi terhambat.
Makna
kata Sunda sangat luhur, yakni cahaya, cemerlang, putih, atau bersih.
Makna kata Sunda itu tidak hanya ditampilkan dalam penampilan, tapi juga
didalami dalam hati. Karena itu, orang Sunda yang 'nyunda' perlu
memiliki hati yang luhur pula.
Makna
yang dalam ini perlu diresapi ke dalam hati kita yang bersih agar kita
merasa memiliki dan mencintai kebudayaan Sunda yang kita miliki. Rasa
memiliki itu akan berkembang menjadi rasa bangga yang kemudian rasa
bangga tersebut melahirkan langkah tindakan untuk memajukan budaya Sunda
dan membawanya ke lingkup nasional bahkan internasional sehingga budaya
Sunda tidak lagi terbelakang dan tertutup oleh modernisasi yang
menganggap budaya asing lebih baik dibanding budaya bangsa sendiri.
Justru langkah maju tersebut menjadikan budaya Sunda gemerlap dan
menjadi primadona di mata dunia internasional.sumber : xeldennalydia.blogspot.com