Minggu, 08 Februari 2015

Apakah Globalisasi Telah Menggerus Kebudayaan Sunda?

0 comments
Oleh : Denna Reliadi
Judul di atas merupakan pertanyaan yang menantang kita untuk menjawabnya. Apakah benar globalisasi telah menggerus nilai-nilai kebudayaan Sunda yang luhur?

Orang Sunda adalah kelompok etnis terbesar kedua di Indonesia. Jika ditelusuri, terdapat sejarah kerajaan Tarumanegara yang menjadi asal-usul nenek moyang orang Sunda. Asal-usul inilah yang kemudian menciptakan sebagian besar budaya Sunda yang terbawa hingga sekarang. Keberhasilan sejarah di masa lalu yang diciptakan pada masa kerajaan tersebut berdampak pada kentalnya budaya masa lampau dan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut masyarakat Sunda hingga kini.

Namun, pada masa modernisasi saat ini tampaknya budaya Sunda semakin bergeser eksistensinya. Hal ini dapat disebabkan oleh gempuran budaya asing ke dalam nilai-nilai budaya Sunda sehingga terjadi pergeseran nilai-nilai luhur yang ada di dalam budaya Sunda itu sendiri. Contoh yang paling dekat dalam kehidupan sehari-hari adalah penggunaan bahasa Sunda, terutama oleh generasi muda yang semakin ditinggalkan. Penggunaaan bahasa Sunda semakin jarang digunakan akhir-akhir ini. Malah generasi muda menganggap penggunaan bahasa Sunda ketinggalan jaman dan “gak gaul”.

Bahkan mahasiswa yang mengambil jurusan Sastra Sunda saja merasa minder dan tidak percaya diri dengan jurusan yang diambilnya. Padahal seharusnya dia bangga sehingga dia dapat meneruskan pakar-pakar budaya Sunda yang semakin ke sini semakin berkurang akibat tidak adanya regenerasi.

Hal ini sangat memprihatinkan bahwa anak muda jaman sekarang lebih hedonis dan hanya memikirkan kepentingan-kepentingan individualis yang dapat menguntungkan dirinya. Idealisme untuk memajukan kebudayaan bangsa sendiri semakin tergerus oleh kenyataan yang ada bahwa untuk bisa bertahan hidup, kita harus realistis, sehingga idealisme itu semakin mengendur. Ditambah lagi dengan adanya sikap senioritas para generasi sebelumnya yang menganggap generasi muda sekarang “terlalu kreatif” dan bertentangan dengan pemahaman yang dianut oleh generasi sebelumnya. Penolakan-penolakan ide kreatif tersebut pada akhirnya membuat generasi muda malas dan apatis terhadap budayanya sendiri. Hal ini tentunya merugikan sekali karena perkembangan budaya jadi terhambat.
Makna kata Sunda sangat luhur, yakni cahaya, cemerlang, putih, atau bersih. Makna kata Sunda itu tidak hanya ditampilkan dalam penampilan, tapi juga didalami dalam hati. Karena itu, orang Sunda yang 'nyunda' perlu memiliki hati yang luhur pula.
Makna yang dalam ini perlu diresapi ke dalam hati kita yang bersih agar kita merasa memiliki dan mencintai kebudayaan Sunda yang kita miliki. Rasa memiliki itu akan berkembang menjadi rasa bangga yang kemudian rasa bangga tersebut melahirkan langkah tindakan untuk memajukan budaya Sunda dan membawanya ke lingkup nasional bahkan internasional sehingga budaya Sunda tidak lagi terbelakang dan tertutup oleh modernisasi yang menganggap budaya asing lebih baik dibanding budaya bangsa sendiri. Justru langkah maju tersebut menjadikan budaya Sunda gemerlap dan menjadi primadona di mata dunia internasional.
sumber :  xeldennalydia.blogspot.com