Posisi bahasa Sunda sampai saat ini masih kokoh. Data Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan ( UNESCO ) menunjukkan, masyarakat Sunda masih memelihara dan menjaga bahasa yang menjadi ciri dan jati dirinya sukunya. Dalam peringkat UNESCO, dari 6.912 bahasa daerah di dunia, bahasa Sunda berada di posisi ke-32 terbanyak penuturnya.
Bahkan yang menggembirakan, tanggal 21 Februari 2012 lalu, UNESCO menetapkan bahasa Sunda sebagai Bahasa Indung Internasional. Dan ini menjadi kebanggaan juga tantangan bagi semua pihak untuk melestarikannya. Salah satu upaya terkini, saat bahasa Sunda dihilangkan dari kurikulum 2013, Diparbud Jabar dan sejumlah instansi melayangkan surat ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar bahasa Sunda tetap diajarkan di sekolah tingkat dasar ( SD ) hingga tingkat atas ( SMA ).
Sastrawan dan busayawan Sunda, Etti RS, mengatakan, menjaga dan melestarikan bahasa Sunda bukan hanya kewajiban pemerintah, institusi maupun akademisi. “ Ngamumule” ( melestarikan) bahasa Sunda mulai dari sastra, aksara, dan bahasa menjadi tanggung jawab orang tua, seperti yang dilakukan para orang tua dulu. Hampir di setiap kegiatan bersama anak, mulai dari menggendong, memberi makan, hingga menasihati, orang tua dulu selalu menggunakan bahasa Sunda. Baik dilakukan melalui lagu atau tembang, cerita, maupun pantun. Dalam realita, bahasa Sunda masih dipergunakan oleh generasi muda. Walaupun sering dicampuradukkan dengan bahasa prokem atau bahasa gaul.
Data UNESCO menunjukkan, Indonesia adalah bangsa yang kaya dengan bahasa. Dengan kekayaan 741 bahasa, Indonesia berada di peringkat kedua dunia setelah Papua New Guinea ( 820 bahasa ).
Walaupun bahasa Sunda tak terancam punah, tapi kalau tak dilestarikan, lambat laun juga akan punah. Salah satu indikatornya adalah dengan semakin banyaknya keluarga, terutama pasangan muda, yang tidak mengajarkan bahasa Sunda kepada putra-putrinya.
Demikian artikel tentang bahasa Sunda ini kami publikasikan di baleatikan.blogspot.com, sebagai tanda ingin ikut serta melestarikan bahasa sunda sebagai salah satu bahasa indung. Tulisan ini diadaptasi dari Harian Umum Pikiran Rakyat Bandung.
Semoga bahasa Sunda jaya terus !
sumber :diaf.web.id
Bahkan yang menggembirakan, tanggal 21 Februari 2012 lalu, UNESCO menetapkan bahasa Sunda sebagai Bahasa Indung Internasional. Dan ini menjadi kebanggaan juga tantangan bagi semua pihak untuk melestarikannya. Salah satu upaya terkini, saat bahasa Sunda dihilangkan dari kurikulum 2013, Diparbud Jabar dan sejumlah instansi melayangkan surat ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar bahasa Sunda tetap diajarkan di sekolah tingkat dasar ( SD ) hingga tingkat atas ( SMA ).
Sastrawan dan busayawan Sunda, Etti RS, mengatakan, menjaga dan melestarikan bahasa Sunda bukan hanya kewajiban pemerintah, institusi maupun akademisi. “ Ngamumule” ( melestarikan) bahasa Sunda mulai dari sastra, aksara, dan bahasa menjadi tanggung jawab orang tua, seperti yang dilakukan para orang tua dulu. Hampir di setiap kegiatan bersama anak, mulai dari menggendong, memberi makan, hingga menasihati, orang tua dulu selalu menggunakan bahasa Sunda. Baik dilakukan melalui lagu atau tembang, cerita, maupun pantun. Dalam realita, bahasa Sunda masih dipergunakan oleh generasi muda. Walaupun sering dicampuradukkan dengan bahasa prokem atau bahasa gaul.
Data UNESCO menunjukkan, Indonesia adalah bangsa yang kaya dengan bahasa. Dengan kekayaan 741 bahasa, Indonesia berada di peringkat kedua dunia setelah Papua New Guinea ( 820 bahasa ).
Walaupun bahasa Sunda tak terancam punah, tapi kalau tak dilestarikan, lambat laun juga akan punah. Salah satu indikatornya adalah dengan semakin banyaknya keluarga, terutama pasangan muda, yang tidak mengajarkan bahasa Sunda kepada putra-putrinya.
Demikian artikel tentang bahasa Sunda ini kami publikasikan di baleatikan.blogspot.com, sebagai tanda ingin ikut serta melestarikan bahasa sunda sebagai salah satu bahasa indung. Tulisan ini diadaptasi dari Harian Umum Pikiran Rakyat Bandung.
Semoga bahasa Sunda jaya terus !
sumber :diaf.web.id