Usaha-usaha untuk melestarikan dan memajukan budaya sunda sudah selayaknya mendapatkan apresiasi. Dan itulah yang dilakukan oleh Yayasan Kebudayaan Sastra Rancage beberapa waktu yang lalu. Bertempat di Aula Sanusi Hardjadinata, Unpad yayasan ini menggelar acara pemeberian hadiah sastra “Rancage 2013” yang diberikan kepada para penulis dan orang-orang yang berjasa dalam melestarikan bahasa dan sastra sunda (PR, “05/06/2013”).
Adapun pemberian hadiah tersebut adalah murni berasal dari masyarakat yang peduli terhadap kelestarian sastra sunda tanpa adanya dukungan dari pemerintah. Padahal berdasarkan undang-undang, pemerintah wajib memelihara kelestarian suatu bahasa daerah. Apalagi didalam kurikulum yang baru, bahasa daerah sebagai salah satu mata pelajaran belum dianggap sebagai suatu hal yang penting sehingga diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing.
Ditengah gempuran budaya barat yang merasuki berbagai lini kehidupan, menjaga kelestarian bahasa dan sastra sunda adalah suatu keniscayaan. Jika tidak, generasi penerus kita yang akan datang tidak akan mampu mengenali jati dirinya. Masih banyak ditemukannya anak-anak yang tidak mengerti arti kata panangan atau pangambung padahal ayah asli orang Garut dan ibu berasal dari Cililin adalah salah satu contoh kurangnya kesadaran masyarakat untuk melestarikan bahasa Sunda sejak dini.
Kondisi ini diperparah dengan porsi jam pelajaran bahasa sunda di sekolah yang terkesan hanya sebagai pelengkap dan belum dianggap sebagai suatu hal yang penting. Fenomena diatas banyak terjadi di sekolah-sekolah swasta dimana siswanya berasal dari kalangan menengah keatas dan menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari, baik itu di sekolah maupun dirumah.
Untuk melestarikan bahasa dan budaya Sunda, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah maupun orang tua dirumah. Pertama, dilaksanakannya program hari bahasa di sekolah dimana dalam satu pekan ada satu hari yang mengharuskan seluruh siswa dan guru menggunakan bahasa Sunda dalam berkomunikasi satu sama lainnya. Kedua, ditampilkannya berbagai kebudayaan Sunda pada acara-acara tertentu seperti pada acara wisuda atau kenaikan kelas. Dalam acara tersebut sekolah dapat menyuguhkan berbagai penampilan seperti Sisindiran, Tatarucingan sampai Kaulinan Barudak yang semuanya dibawakan langsung oleh para siswa.
Adapun untuk orang tua dirumah, membiasakan berkomunikasi dengan anak menggunakan bahasa Sunda yang baik dan benar, secara tidak langsung telah memupuk kecintaaan anak kepada bahasa ibunya. Selain itu, dengan menceritakan dongeng-dongeng Sunda kepada anak diharapkan akan memunculkan minat anak untuk menikmati sastra-sastra Sunda.
Dengan adanya kesadaran untuk melestarikan bahasa dan sastra Sunda, diharapkan tercipta generasi yang tidak hanya memiliki kemampuan intelektual yang tinggi namun juga memiliki kecerdasan sosial dalam masyarakat karena pepatah hade goring ku basa masih melekat dalam diri masyarakat Sunda.
Sumber : https://www.pikiran-rakyat.com/
Adapun pemberian hadiah tersebut adalah murni berasal dari masyarakat yang peduli terhadap kelestarian sastra sunda tanpa adanya dukungan dari pemerintah. Padahal berdasarkan undang-undang, pemerintah wajib memelihara kelestarian suatu bahasa daerah. Apalagi didalam kurikulum yang baru, bahasa daerah sebagai salah satu mata pelajaran belum dianggap sebagai suatu hal yang penting sehingga diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing.
Ditengah gempuran budaya barat yang merasuki berbagai lini kehidupan, menjaga kelestarian bahasa dan sastra sunda adalah suatu keniscayaan. Jika tidak, generasi penerus kita yang akan datang tidak akan mampu mengenali jati dirinya. Masih banyak ditemukannya anak-anak yang tidak mengerti arti kata panangan atau pangambung padahal ayah asli orang Garut dan ibu berasal dari Cililin adalah salah satu contoh kurangnya kesadaran masyarakat untuk melestarikan bahasa Sunda sejak dini.
Kondisi ini diperparah dengan porsi jam pelajaran bahasa sunda di sekolah yang terkesan hanya sebagai pelengkap dan belum dianggap sebagai suatu hal yang penting. Fenomena diatas banyak terjadi di sekolah-sekolah swasta dimana siswanya berasal dari kalangan menengah keatas dan menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari, baik itu di sekolah maupun dirumah.
Untuk melestarikan bahasa dan budaya Sunda, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah maupun orang tua dirumah. Pertama, dilaksanakannya program hari bahasa di sekolah dimana dalam satu pekan ada satu hari yang mengharuskan seluruh siswa dan guru menggunakan bahasa Sunda dalam berkomunikasi satu sama lainnya. Kedua, ditampilkannya berbagai kebudayaan Sunda pada acara-acara tertentu seperti pada acara wisuda atau kenaikan kelas. Dalam acara tersebut sekolah dapat menyuguhkan berbagai penampilan seperti Sisindiran, Tatarucingan sampai Kaulinan Barudak yang semuanya dibawakan langsung oleh para siswa.
Adapun untuk orang tua dirumah, membiasakan berkomunikasi dengan anak menggunakan bahasa Sunda yang baik dan benar, secara tidak langsung telah memupuk kecintaaan anak kepada bahasa ibunya. Selain itu, dengan menceritakan dongeng-dongeng Sunda kepada anak diharapkan akan memunculkan minat anak untuk menikmati sastra-sastra Sunda.
Dengan adanya kesadaran untuk melestarikan bahasa dan sastra Sunda, diharapkan tercipta generasi yang tidak hanya memiliki kemampuan intelektual yang tinggi namun juga memiliki kecerdasan sosial dalam masyarakat karena pepatah hade goring ku basa masih melekat dalam diri masyarakat Sunda.
Sumber : https://www.pikiran-rakyat.com/
(Ramdhan Hamdani)